Presiden Rusia, Vladimir Putin, dalam pidatonya pada tanggal 24 Februari 2022 lalu mengizinkan operasi militer khusus di Ukraina Timur dan memulai serangkaian serangan rudal dan artileri terhadap pasukan Ukraina dan pangkalan udara serta menyerang tempat-tempat di kota-kota besar Ukraina. Konflik antara Ukraina dan Rusia ini melanggar UN Charter dan merupakan kejahatan agresi menurut hukum internasional.
Berdasarkan Resolusi Majelis Umum 3314 (XXIX) 14 Desember 1974, agresi didefinisikan sebagai penggunaan pasukan bersenjata dari suatu negara terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik dari negara lain, atau dengan cara-cara lain apa pun yang bertentangan dengan Piagam PBB. Lebih lanjut, Statuta Roma 1998 tentang International Criminal Court menyebutkan tindakan-tindakan yang dianggap sebagai tindakan agresi, yaitu:[1]
- ketika negara melakukan invasi atau serangan ke wilayah negara lainnya;
- pasukan bersenjata dari suatu negara melakukan pemboman atau penggunaan senjata apa pun terhadap wilayah negara lain;
- blokade pelabuhan atau pantai dari suatu negara oleh pasukan bersenjata dari negara lain;
- angkatan darat, laut, dan udara melakukan suatu serangan di wilayah negara lain;
- pasukan bersenjata ke wilayah negara lain dengan persetujuan negara tersebut, akan tetapi tidak sesuai dengan kondisi dalam perjanjian tersebut;
- tindakan negara yang mengizinkan negara lain untuk menggunakan wilayahnya untuk melakukan tindakan agresi terhadap negara ketiga;
- negara yang mengirimkan kelompok gerombolan bersenjata dan/atau pasukan sewaan, yang melakukan tindakan kekuataan senjata ke negara lain.
Dalam peraturan mengenai yurisdiksi untuk mengadili Agresi diatur dalam Pasal 5 Statuta Roma 1998, bahwa kejahatan yang termasuk dalam The Most Serious Crime adalah kejahatan genosida (the crimes of genocide), kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), kejahatan perang (war crimes) dan kejahatan agresi (the crimes of aggression). Lebih lanjut, tindakan agresi merupakan kejahatan yang dilarang dalam Bab VII Piagam PBB mengenai Action with Respect to Threats to The Peace, Breaches of The Peace, And Acts of Aggression.
[1] Pasal 8 bis Statuta Roma 1998 tentang International Criminal Court.
Atas kejahatan ini dapat dibawa menganjurkan rekomendasi ke Penuntut Umum International Criminal Court (“ICC”) untuk dibuka penyelidikan dan diadili. Selain dengan mekanisme pidana oleh ICC, Dewan Keamanan dapat mengambil langkah-langkah berupa sanksi ekonomi tanpa menggunakan kekuatan senjata agar keputusan Dewan dapat ditaati. Namun apabila langkah tersebut dirasa tidak cukup, maka Dewan Keamanan dapat menjatuhkan sanksi militer dengan mengambil tindakan melalui kekuatan darat, laut atau udara.
Artikel hukum ini ditulis oleh Alya Zafira – Intern DNT Lawyers.
terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).