Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai (“UU 10/2020”) disebutkan bahwa Bea Materai adalah pajak atas dokumen. Adapun dokumen yang dikenakan atas bea materai sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU 10/2020 antara lain :
- Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata;
- Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Pada Pasal 3 ayat (2) huruf a UU 10/2020 disebutkan salah satu dokumen yang bersifat perdata adalah surat perjanjian. Tetapi, pengaturan tersebut bukan merujuk kepada suatu penanda bahwa suatu perjanjian akan dikatakan berkekuatan hukum ketika adanya suatu materai. Kata “menerangkan” dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a UU 10/2020 merujuk kepada tanda bahwa dokumen perjanjian tersebut merupakan dokumen perdata yang dapat dipertanggung jawabkan.
Sedangkan suatu perjanjian dikatakan mengikat dan berkekuatan hukum apabila telah memenuhi syarat perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu : adanya kata sepakat yang mengikat para pihak, kecakapan dalam membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.
Maka, berdasarkan uraian diatas tidak ada konsekuensi perjanjian tanpa materai. Selama perjanjian telah memenuhi syarat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, maka perjanjian tersebut telah mengikat dan berkekuatan hukum. Sedangkan materai merupakan suatu tolak ukur kepastian hukum dalam pemungutan bea materai sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b UU 10/2020.
Sumber Hukum :
- Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
- Undang-Undang No. 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai
Artikel hukum ini ditulis oleh Rizqa Christy Adela Putri – Intern DNT Lawyers.
terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).