Apakah Seseorang Yang Mengalami Penyimpangan Seksual Dapat Dipidana?
Hukum pidana di Indonesia mengatur perihal ketentuan yang dapat membuat seseorang tidak dipidana. Hal tersebut diatur dalam Pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pasal 44 Ayat (1) menyatakan:
“(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
(3) Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.”
Berdasar pasal di atas, dapat kita pahami jika seseorang yang mengalami kecacatan dalam jiwanya dengan sebab alamiah karena pertumbuhan dirinya, ataupun karena sebab penyakit, tidak dapat dipidana.
Berkaitan dengan penyimpangan seksual yang dialami seseorang tersebut, perlu diperhatikan apakah penyimpangan seksual tadi dapat masuk ke dalam kategori penyakit yang membuat dirinya itu tidak sadar secara penuh dalam melakukan perbuatan pidananya tersebut, ataukah tidak. Dimana pertimbangan apakah penyimpangan seksual tersebut harus berdasar pemeriksaan yang telah dilakukan oleh kedokteran spesialisasi terkait.
Apabila penyimpangan seksual tadi setelah melewati tahap pemeriksaan ternyata menyebabkan tidak sadarnya seseorang itu, maka ia tidak dapat dipidana. Namun apabila penyimpangan seksualnya tadi ternyata tidak berpengaruh terhadap kesadarannya dalam melakukan tindak pidana, maka ia tetap harus dipidana.
Artikel hukum ini ditulis oleh Bagas Rahmansyah – Intern DNT Lawyers.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com)