Skincare dalam Kemasan Share in Jar, Apakah Legal Untuk Diperdagangkan?

Seiring meningkatnya permintaan pasar akan produk kecantikan, produsen produk kecantikan gencar meluncurkan berbagai varian baru untuk menjawab kebutuhan konsumen. Namun, harga produk dalam satu kemasan utuh sering kali tidak terjangkau bagi sebagian masyarakat. Kondisi ini menggagas praktik usaha baru di kalangan pelaku usaha kecil, yaitu sistem penjualan skincare dalam kemasan share in jar, yakni pembagian isi skincare ke kemasan lebih kecil dengan harga yang lebih terjangkau. Bagi konsumen, inovasi ini dianggap sebagai solusi untuk mencoba produk baru tanpa harus membeli ukuran utuh.

Namun, apakah produk skincare yang diperdagangkan dengan mengemas ulang produk (share in jar) sebenarnya legal untuk diperdagangkan?

Berdasarkan perspektif perlindungan konsumen, yakni Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menegaskan bahwa setiap pelaku usaha berkewajiban untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi serta jaminan barang yang diperdagangkan. Dalam konteks skincare share in jar, produk yang semula dikemas oleh produsen dalam wadah asli dengan label lengkap yang mencakup komposisi, nomor izin edar BPOM, serta tanggal kadaluarsa akan kehilangan seluruh informasi produk tersebut ketika dikemas ulang dalam wadah kecil tanpa label keterangan produk. Akibatnya, konsumen berpotensi untuk tidak memperoleh informasi produk secara utuh.

Selanjutnya, dari sisi regulasi kesehatan dan keamanan produk kosmetika, Pasal 2 ayat (1) Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika mewajibkan setiap produk kosmetik yang beredar memiliki izin edar serta memenuhi standar keamanan, mutu, dan manfaat. Kegiatan membuka dan mengemas ulang produk tanpa izin resmi dari BPOM dapat menimbulkan risiko kontaminasi, perubahan kualitas, bahkan potensi bahaya kesehatan. Oleh karena itu, share in jar pada dasarnya tidak sesuai dengan ketentuan distribusi produk yang berlaku.

Terakhir, dari perspektif hak kekayaan intelektual (HKI), produk skincare umumnya dilindungi oleh merek dagang serta desain kemasan yang menjadi identitas komersial produsen. Mengemas ulang produk tanpa persetujuan pemilik merek dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak atas merek karena konsumen berpeluang untuk keliru dalam mengenali produk.

Dapat disimpulkan bahwa praktik penjualan skincare share in jar menawarkan solusi ekonomis bagi konsumen, namun berdasarkan perspektif hukum, praktik ini termasuk ilegal. Pengemasan ulang produk skincare berpotensi melanggar ketentuan perlindungan konsumen, standar keamanan BPOM, serta hak kekayaan intelektual pemilik merek. Dengan demikian, meskipun diminati pasar, share in jar pada dasarnya tidak memiliki landasan hukum yang sah untuk diperdagangkan di Indonesia.

 

Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di:

Telp: (021) 2206-4438
Email: info@dntlawyers.com
atau datang langsung ke kantor DNT Lawyers di Harmoni Plaza Blok F-10, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat.

 

Artikel hukum ini ditulis oleh Elisabeth Graciella – Intern DNT Lawyers.

 

 

 

Referensi

  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
  • Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika
  • Iin Febrianti Sande dan Edi Priyo Yuniarto, “Tren Baru Kosmetik Share in Jar Ilegal di Media Daring,” ERUDITIO 1, No. 1 (2020).
Related Posts
WhatsApp chat