Kasus kekerasan seksual dan eksploitasi anak di bawah umur yang melibatkan figur terdekat, seperti ayah, kakak, bahkan ibu kandung yang menjual anaknya sendiri mencerminkan persoalan serius dalam penegakan hukum dan perlindungan anak di Indonesia. Kejahatan ini tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga menunjukkan lemahnya implementasi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Ironisnya, di saat hukum domestik telah menyediakan jerat hukum berlapis, fenomena ini justru semakin meluas.
Dalam Pasal 81 ayat (5) Undang-Undang Perlindungan Anak, hukuman akan diperberat sepertiga dari ancaman pidana jika tindak pidana dilakukan oleh orang tua, wali, atau orang yang mempunyai hubungan keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa hukum memandang kejahatan oleh orang terdekat sebagai delik yang sangat serius, karena mengkhianati kepercayaan dan tanggung jawab pengasuhan. Selain itu, keterlibatan ibu dalam penjualan anaknya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana perdagangan orang, dan dapat menerima ancaman pidana maksimal seumur hidup.
Meskipun ancaman hukuman sudah maksimal, kasus ini masih terus terjadi. Permasalahan utama terletak pada penegakan hukum yang belum konsisten dan adanya keraguan di tingkat pengadilan untuk menjatuhkan hukuman maksimal. Dalam kejahatan serius seperti ini, penerapan prinsip proporsionalitas seharusnya mengarah pada hukuman retributif dan preventif, bukan restorative justice yang tidak relevan untuk tindak pidana terhadap anak. Kejahatan seksual dan penjualan anak merupakan bentuk pelanggaran berat terhadap kemanusiaan yang harus ditindak dengan tegas.
Pemerintah dan aparat penegak hukum harus memastikan bahwa para pelaku tersebut, terutama dari lingkaran keluarga, dijatuhi hukuman maksimal. Penerapan hukuman tambahan berupa kebiri kimia atau hukuman mati (bagi kasus berulang atau sangat berat) juga harus dilakukan secara konsisten dan transparan. Ketegasan hukum yang berlandaskan keadilan substantif merupakan langkah penting untuk menimbulkan efek jera, melindungi korban, dan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di:
Telp: (021) 2206-4438
Email: info@dntlawyers.com
atau datang langsung ke kantor DNT Lawyers di Harmoni Plaza Blok F-10, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat.
Artikel hukum ini ditulis oleh Lathifa Azzahra – Intern DNT Lawyers.











