Perbedaan Permohonan Kepailitaan BUMN antara Perum dan Persero

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki dua bentuk, yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum). Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara, Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki Negara Republik Indonesia dan tidak terbagi atas saham.

Selanjutnya, dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang disebutkan bahwa dalam hal debitur BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan penjelasan Pasal tersebut, BUMN yang dimaksud adalah BUMN berbentuk Perum karena seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham.

Oleh karena itu, hanya Menteri Keuangan yang memiliki kewenangan untuk mengajukan permohonan pailit terhadap BUMN berbentuk Perum. Sementara itu, untuk BUMN berbentuk Persero yang berbentuk perseroan terbatas (PT), tetap tunduk pada ketentuan umum dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Adapun permohonan pailit terhadap Persero dapat diajukan oleh debitur maupun kreditur apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. memiliki 2 atau lebih kreditur;
b. memiliki utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Singkatnya, terhadap BUMN berbentuk Perum, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan, sedangkan terhadap BUMN berbentuk Persero (PT), permohonan pailit tunduk pada ketentuan umum dan dapat diajukan oleh debitur atau kreditur sepanjang terdapat sedikitnya dua kreditur dan utang yang telah jatuh tempo serta dapat ditagih.

 

Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di:

Telp: (021) 2206-4438
Email: info@dntlawyers.com
atau datang langsung ke kantor DNT Lawyers di Harmoni Plaza Blok F-10, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat.

 

Artikel hukum ini ditulis oleh Fauzan Akbar Mulyasyah – Intern DNT Lawyers.

 

 

 

Referensi

  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara;
  • Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Related Posts
WhatsApp chat