Kasus Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong sempat menjadi perbincangan publik belakangan ini karena terdapat isu utama terhadap masing-masing perkara. Meskipun pokok perkaranya berbeda, keduanya erat dengan satu hal penting, yaitu pengampunan presiden. Amnesti dan abolisi merupakan konsekuensi yudisial yang merupakan akibat dari keputusan politik kekuasaan eksekutif dan legislatif (Presiden dengan pertimbangan DPR) untuk melepaskan tanggung jawab pidana seseorang untuk dituntut apabila belum diadili, atau membebaskan seorang terpidana dari hukuman yang sedang dijalaninya.
Secara konstitusional, kewenangan Presiden ini diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.” Adapun perbedaan amnesti dan abolisi terletak pada akibat hukumnya, amnesti menghapus seluruh akibat hukum pidana terhadap penerimanya, sedangkan abolisi meniadakan penuntutan atas perkara yang bersangkutan. Sesuai dengan pengaturan dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, Presiden dapat mengusulkan pemberian abolisi atau amnesti, baik atas permintaan Menteri Hukum dan HAM maupun berdasarkan pertimbangan politik. Setelah itu, Presiden meminta pertimbangan DPR dan DPR membahas usulan Presiden tersebut melalui alat kelengkapan dan paripurna. Apabila disetujui, Presiden menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) yang menyatakan pemberian amnesti atau abolisi.
Dengan demikian, pemberian amnesti dan abolisi memang sah digunakan ketika ada ketidakadilan yang nyata. Untuk itu, usulan pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden harus selalu diiringi mekanisme check and balances yang tegas dan bukan hanya sekadar formalitas semata. Apabila dengan alasan yang kurang jelas, pengampunan ini berisiko hanya menjadi alat politik dengan tujuan mengintervensi proses peradilan (due process of law). Hal-hal seperti ini perlu diantisipasi dengan adanya peraturan yang secara tegas mengatur amnesti dan abolisi sesuai UUD 1945, karena dalam negara hukum, panglimanya tetap hukum, bukan kekuasaan.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di:
Telp: (021) 2206-4438
Email: info@dntlawyers.com
atau datang langsung ke kantor DNT Lawyers di Harmoni Plaza Blok F-10, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat.
Artikel hukum ini ditulis oleh Fauzan Akbar Mulyasyah – Intern DNT Lawyers.
Referensi
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi