Perjanjian merupakan sumber hukum perikatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yang mendefinisikan perjanjian sebagai “suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain.” Perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, seperti perjanjian timbal balik, sepihak, dengan percuma, konsensuil, riil, formil, bernama, dan tidak bernama. Dalam pelaksanaannya, perjanjian dapat mengalami wanprestasi, yaitu kegagalan memenuhi kewajiban dalam kontrak yang menyebabkan kerugian, baik karena kesalahan satu pihak maupun kedua belah pihak. Pada perjanjian timbal balik, wanprestasi dari satu pihak dapat membuat pihak lainnya merasa tidak wajib memenuhi prestasi yang disepakati.
Prinsip exceptio non adimpleti contractus diatur dalam Pasal 1478 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa penjual tidak wajib menyerahkan barang jika pembeli belum membayar harganya, kecuali penjual telah mengizinkan penundaan pembayaran. Prinsip ini hanya berlaku pada pelaksanaan perjanjian timbal balik, yaitu perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak untuk saling memenuhi prestasi.[1]
Dalam perjanjian timbal balik, para pihak memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi secara timbal balik, seperti pada perjanjian jual beli atau sewa menyewa. Riduan Syahrani menjelaskan bahwa exceptio non adimpleti contractus adalah tangkisan debitur yang menyatakan ketidakpatuhan debitur terhadap perjanjian disebabkan oleh kreditor yang juga tidak melaksanakan kewajibannya. Jika debitur dapat membuktikan tangkisannya, ia tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas wanprestasi tersebut. Prinsip ini, jika diterapkan dalam pembuktian di persidangan, dapat memengaruhi status akta perjanjian, yang berpotensi dibatalkan atau dinyatakan batal demi hukum.
Prinsip exceptio non adimpleti contractus juga tercermin dalam Pasal 1266 KUHPerdata, yang menyiratkan bahwa pihak yang terlibat dalam wanprestasi kehilangan hak untuk menggugat pihak lain atas dasar wanprestasi. Prinsip ini juga diatur secara khusus dalam Pasal 1478 KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa penjual tidak wajib menyerahkan barang jika pembeli belum membayar harganya, kecuali jika penjual mengizinkan penundaan pembayaran. Dengan demikian, penjual berhak menolak melaksanakan kewajibannya, terutama terkait penyerahan barang, jika pembeli belum memenuhi kewajibannya untuk membayar.2
Implikasi penerapan prinsip exceptio non adimpleti contractus terhadap keberlakuan suatu kontrak dalam hukum perikatan di Indonesia:3
a. Penangguhan Pelaksanaan Kewajiban
Prinsip ini memberikan hak kepada pihak yang mengajukan untuk menangguhkan pelaksanaan kewajiban jika pihak lainnya tidak memenuhi kewajibannya. Dalam kerja sama bisnis, seperti antara perusahaan dan karyawan, pihak yang dirugikan dapat menunda pelaksanaan tugas atau kewajiban tertentu jika pihak lainnya tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati.
b. Keberlakuan Kontrak Sebagian atau Keseluruhan
Penerapan prinsip ini dapat mempengaruhi keberlakuan kontrak sebagian atau keseluruhan. Pihak yang menggunakan prinsip exceptio non adimpleti contractus dapat meminta pengadilan untuk memutuskan apakah ketidakpemenuhan kewajiban tersebut membenarkan pembatalan seluruh kontrak atau hanya sebagian.
c. Tuntutan Ganti Rugi atau Pemenuhan Kewajiban
Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan tuntutan ganti rugi atau pemenuhan kewajiban sebagai akibat dari ketidakpemenuhan kontrak. Ini memberikan perlindungan hukum kepada pihak yang dirugikan, memungkinkan mereka untuk mengajukan klaim ganti rugi sebagai dampak dari ketidakpemenuhan kewajiban.
Prinsip exceptio non adimpleti contractus termasuk dalam kategori eksepsi materiil yang diatur dalam Pasal 136 HIR. Prinsip ini memengaruhi keberlakuan suatu kontrak dan dapat menimbulkan kontradiksi dengan asas serta aturan acara perdata yang berlaku. Implikasinya meliputi penangguhan pelaksanaan kewajiban, keberlakuan kontrak secara parsial atau keseluruhan, dan tuntutan ganti rugi. Prinsip ini memastikan keadilan dalam pelaksanaan perjanjian sekaligus memberikan fleksibilitas bagi pihak yang belum menerima pemenuhan kewajiban dari pihak lain untuk menahan diri dari melaksanakan kewajibannya sesuai perjanjian.
Referensi
[1] Elisatris Gultom, Joshua Alexander C.H, Nadela Angelina P (2024). Efektivitas Implementasi Ajaran Exceptio Non Adimpleti Contractus Berdasarkan Dinamika Hukum Berdasarkan Konduktor Putusan 747/Pdt.G/2019/Pn Jkt.Utr. Jurnal Hukum Kewarganegaraan.
2 Basyarudin Basyarudin (2021). Perlindungan Hukum Akibat Wanprestasi Dalam Perjanjian Kontruksi Yang Dilaksanakan Kontraktor. Jurnal Cakrawala Ilmiah.
3 Ray Irawan Al-Madrusi, Fully Handayani Ridwan (2022). Implikasi Penerapan Prinsip Exceptio Non Adimpleti Contractus Dalam Perjanjian Terhadap Akta Yang Dibuat. Jurnal Kertha Semaya.
Artikel hukum ini ditulis oleh Khalisyah Amara Podungge – Intern DNT Lawyers.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).