Penerapan Euthanasia di Indonesia, bolehkah?
Euthanasia berarti mati secara perlahan tanpa rasa sakit. Euthanasia adalah sebuah praktik mengakhiri hidup manusia atau hewan dengan cara paksa, tidak menimbulkan rasa sakit bagi penderitanya. Di Indonesia sendiri diatur bahwa seseorang tidak boleh melakukan pembunuhan terhadap orang lain, meskipun pembunuhan tersebut atas dasar permintaan orang itu sendiri. Pembunuhan yang dengan sengaja membiarkan sengsara dan atas permintaan korban sekalipun tetap diancam hukuman pidana bagi pelakunya.
Dengan demikian, ketentuan mengenai euthanasia tetap merupakan perbuatan illegal yang terlarang. Maka sudah pasti tidak dimungkinkan adanya “pengakhiran hidup seseorang” sekalipun atas permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap termasuk sebagai suatu perbuatan tindak pidana, dengan ancaman hukuman bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut. Sebagian besar hukum di dunia menolak tindakan pembunuhan dengan cara apapun, dan euthanasia tidak lain hanyalah pembunuhan yang terselubung. Pada setiap masa dan perkembangan hidup manusia, selalu ada sanksi hukum bagi pembunuhan.
Hanya sedikit negara yang melegalisasi euthanasia, contohnya Belanda, Belgia, dan Luksemburg. Di sisi lain, beberapa negara di dunia menganggap euthanasia sebagai perbuatan bertentangan dengan hukum, karena euthanasia pada prinsipnya dinilai sama dengan perbuatan bunuh diri atau bunuh diri dengan bantuan. Di Indonesia sendiri, euthanasia tersebut bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Meskipun tidak diatur secara eksplisit, dikenal 2 (dua) bentuk euthanasia dalam hukum pidana positif di Indonesia, yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien atau korban itu sendiri dan euthanasia yang dilakukan dengan sengaja melakukan pembiaran terhadap pasien atau korban sebagaimana telah disinggung dalam Pasal 344 dan 304 KUHP. Pasal 344 KUHP secara menyatakan bahwa, “Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun” Sementara dalam pasal 304 KUHP dijelaskan: “Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Artikel hukum ini ditulis oleh Nabilla Alwiny – Intern DNT Lawyers.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).