Mengenal Bentuk-Bentuk Sita Jaminan dalam Hukum Acara Perdata
Undang-undang mengatur upaya agar gugatan dari Penggugat tersebut tidak illusionir di kemudian hari, apabila gugatannya nanti dikabulkan dengan sita jaminan. Penyitaan dalam Hukum Acara Perdata pada dasarnya memiliki tujuan untuk menjamin bahwa kelak apabila putusan atas perkara a quo memenangkan pihak penggugat, maka penggugat memiliki jaminan bahwa putusan tersebut tidak hampa (illusionir) dan penggugat dapat meminta pengadilan untuk melaksanakan secara paksa putusan tersebut atas tergugat apabila tergugat tidak secara sukarela melaksanakan isi putusan. Permohonan sita merupakan tindakan eksepsional yang tidak perlu dimohonkan apabila tidak terdapat indikasi yang cukup tergugat hendak mengasingkan atau mengalihkan harta kekayaannya selama pemeriksaan perkara dengan maksud untuk merugikan penggugat. Dalam hukum acara perdata, sita jaminan dibedakan menjadi 6 (enam) sita jaminan, yaitu:
- Conservatoir Beslag (Sita Terhadap Milik Tergugat)
Conservartoir beslag dilakukan guna menjamin dilaksanakannya putusan yang menghukum tergugat untuk membayar sejumlah uang kepada penggugat, yaitu dengan menjual barang yang telah disita milik tergugat tersebut dan hasil barang itu dipergunakan untuk memenuhi kewajibannya dengan demikian gugatan tidak illusoir (sia-sia). Apabila gugatan penggugat dikabulkan, maka dinyatakan sah dan berharga, sedangkan kalau gugatan ditolak, maka sita conservatoir itu dinyatakan dicabut. Setiap saat tergugat dapat mengajukan permohonan kepada hakim yang memeriksa pokok perkara yang bersangkutan, agar sita jaminan atas barangnya dicabut, apabila dikabulkan maka tergugat harus menyediakan tanggungan yang mencukupi.
- Revindicatoir Beslag (Sita Terhadap Milik Penggugat Sendiri)
Revindicator beslag diatur dalam Pasal 226 HIR, dimaksudkan untuk mendapatkan hak kembali (revindiceer=mendapatkan) dan bukan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan pengadilan yang menghukum tergugat untuk membayar sejumlah uang, tetapi menjamin dapat dilaksanakan putusan pengadilan yang menghukum tergugat menyerahkan barang kepada penggugat, yaitu barang bergerak milik penggugat sendiri yang ada di tangan tergugat. Akibat hukum sita ini adalah penggugat tidak dapat menguasai barang yang telah disita, sebaliknya tergugat dilarang untuk mengalihkannya. Apabila gugatan penggugat dikabulkan, maka dinyatakan sah dan berharga, sedangkan kalau gugatan ditolak, maka sita revindicatoir itu dinyatakan dicabut.
- Marital Beslag (Sita Marital)
Sita marital (marital beslag) adalah sita yang diajukan oleh istri dalam perkara perceraian yang dimaksudkan agar barang-barang milik istri atau milik bersama tidak dijual oleh suami sehingga tidak jatuh ke tangan pihak ketiga. Dasar hukumnya adalah Pasal 823a sampai 823J Rv. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa sita marital bukanlah merupakan sita untuk menjamin tagihan hutang atau penyerahan barang.
- Pand Beslag (Sita Gadai)
Apabila penggugat tidak mengajukan bukti-bukti yang kuat akan adanya persangkaan tersebut, maka permohonan sita jaminan itu tidak dapat dikabulkan. Sita jaminan di Indonesia dikenal sita gadai (pand beslag), sita atas barang barang milik debitur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan sita atas pesawat terbang. Sita jaminan dilakukan terlebih dahulu terhadap barang-barang bergerak, jika tidak mencukupi baru dilakukan penyitaan terhadap barang-barang tidak bergerak.
- Sita Persamaan (Vergelijkend Beslag) dan Sita Lanjutan (Voorgezet Beslag)
Selain itu, dalam sita jaminan dikenal pula sita persamaan (vergelijkend beslag) dan sita lanjutan (voorgezet beslag). Berdasarkan Pasal 202 HIR atau 220 RBg, sita persamaan adalah sita yang telah dijatuhkan pada suatu barang, tetapi juga terkena sita dalam perkara lain dengan tergugat yang sama. Sita tersebut dijatuhkan oleh hakim pada pengadilan yang sama maupun oleh hakim pada pengadilan negeri yang lain karena ada permintaan dalam perkara lain. Sita lanjutan, berdasarkan pengaturan dalam Pasal 201 HIR atau 219 RBg, adalah sita yang dilakukan atas barang-barang lain milik tergugat, karena hasil penjualan barang yang telah disita lebih dahulu belum mencukupi untuk memenuhi kewajiban tergugat.
- Sita Eksekusi
Sita eksekusi diatur dalam Pasal 197 HIR sedangkan sita jaminan mengacu pada Pasal 227 ayat (1) HIR, Pasal 261 ayat (1) RBg, dan Pasal 720 Rv. Sita eksekusi sendiri terbagi menjadi dua, yaitu langsung dan tidak langsung. Sita eksekusi langsung merupakan sita eksekusi yang langsung diletakkan atas barang bergerak dan tidak bergerak milik debitur atau pihak yang kalah. Berbeda dengan sita langsung, sita eksekusi tidak langsung adalah sita eksekusi yang berasal dari sita jaminan yang telah dinyatakan sah dan berharga dan dalam rangka eksekusi otomatis berubah menjadi sita eksekusi.
Artikel hukum ini ditulis oleh Alya Zafira – Intern DNT Lawyers.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).