Kewajiban Pemilik Sertifikat Halal
Sertifikat halal merupakan pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dasar hukum Sertifikasi Halal ini adalah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU Jaminan Produk Halal) Jo. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Merujuk Pasal 25 UU Jaminan Produk Halal, Pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat halal wajib:
a. mencantumkan label halal terhadap produk yang telah mendapat sertifikat halal;
b. menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal;
c. memisahkan lokasi, tempat dan penyembelihan, alat pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara produk halal dan tidak halal;
d. memperbarui sertifikat halal jika masa berlaku sertifikat halal berakhir; dan
e. melaporkan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH
Selanjutnya mMerujuk ke Pasal 27 ayat (1) UU Jaminan Produk Halal, pelaku usaha yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif; atau
c. pencabutan Sertifikat Halal.
Artikel hukum ini ditulis oleh Emilianus Rony Santoso – Intern DNT Lawyers.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).
“Double-Double” by “Double-Double” is licensed under “Double-Double“