Kekuatan Alat Bukti Elektronik dalam Pengadilan
Dalam perkembangan teknologi seperti sekarang sering ditemukan rekaman, foto, atau alat bukti elektronik lainnya untuk membuktikan suatu peristiwa hukum. Apakah alat bukti elektronik tersebut mempunyai kekuatan pembuktian dalam pengadilan?
Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) diatur bahwa informasi dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti yang sah, dalam hal ini dapat berarti menambah alat bukti dan memperluas cakupan dari alat bukti.
Namun, selain itu terdapat syarat formil dan syarat material agar informasi dan dokumen elektronik dapat dijadikan alat bukti yang sah. Syarat formil diatur dalam Pasal 5 ayat (4) UU ITE yakni bahwa informasi dan dokumen elektronik bukanlah dokumen atau surat yang menurut UU harus dalam bentuk tertulis. Selain itu, informasi dan dokumen elektronik harus diperoleh dengan cara yang sah.
Syarat Material diatur dalam Pasal 6, 15, dan 16 UU ITE yang intinya mengatur mengenai informasi dan dokumen elektrinik harus dapat dijamin keotentikannya, keutuhan, dan ketersediaanya.
Dengan demikian alat bukti elektronik seperti e-mail, file rekaman, dan rekaman chatting serta berbagai dokumen elektronik lainnya dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah di pengadilan dengan syarat memenuhi syarat formil dan material sebagaimana yang diatur dalam UU ITE.
Artikel hukum ini ditulis oleh Galang Adhyaksa Pratama – Intern DNT Lawyers.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).