Kapan Kerugian Bumn Dapat Dikategorikan Sebagai Tindak Pidana Korupsi?
Terdapat 30 jenis tindak pidana yang diatur dalam UU Tipikor, namun yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara diatur dalam 2 pasal, yakni pasal 2 dan Pasal 3, dan kedua pasal tersebut jamak menjerat direksi BUMN, termasuk kasus yang menjerat Jiwasraya, Pertamina dan Merpati . Adapun pasal 2 dan Pasal 3 berbunyi:
Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
- Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00(satumiliar rupiah).
Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
- Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Jika ditelaah lebih lanjut, Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor memiliki tiga unsur,yaitu (a) memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi; (b) melawan hukum; (c) dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Sementara Pasal 3 UU Tipikor juga memiliki tiga unsur yaitu (a) dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi; (b) menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan; (c) dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor pada intinya mengandung unsur perbuatan melawan hukum, frase penyalahgunaan kewenangan pada Pasal 3 secara inherent selalu menggandung sifat melawan hukum.
Bahwa dari unsur tersebut, jelas terlihat adanya “tujuan” sebagai sebab yang mengakibatkan diri sendiri, orang lain, suatu korporasi menerima keuntungan. Memperkaya orang lain dapat dilakukan tetapi dengan syarat harus ada motif penerimaan balik bagi pelaku, atau manfaat lain bagi pelaku, sehingga tujuan dari pelaku tergambarkan dalam perbuatannya, jadi tergambar “mens rea” dari pelaku. Akibatnya,ketika pentutut umum atau hakim membuktikan unsur ini harus dapat dibuktikan bahwa adanya niat jahat dari dari seorang pegawai negeri atau pejabat umum yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi tersebut. Hal tersebut sejalan dengan United Nations Convention Against Corruption yang telah di ratifikasi dan menjadi rujukan pengaturan perundang-undangan anti korupsi di Indonesia, dimana pada setiap perbuatan yang termasuk sebagai suatu tindak pidana korupsi selalu diawali dengan kata “when committed intentionally…….for the benefit”. Dengan demikian, adanya kerugian negara saja tidak dapat mengakibatkan suatu peristiwa dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, tetapi yang pertama kali harus dibuktikan adalah adanya perbuatan pelaku yang ber“tujuan” agar diri sendiri, orang lain, suatu korporasi menerima keuntungan secara melawan hukum.
Jika Anda memerlukan bantuan hukum, pendampingan, dan pendapat hukum lebih lanjut untuk segera hubungi kami di (021) 6329 683 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers. (www.dntlawyers.com)
Terimakasih, semoga bermanfaat.