Isteri Ingin Gugat Cerai Dengan Alasan Suami Selingkuh, Bisa Tidak?
![Isteri Ingin Gugat Cerai Dengan Alasan Suami Selingkuh, Bisa Tidak?](http://konsultanhukum.web.id/wp-content/uploads/2016/06/cerai-cartoon.jpg)
Selamat malam Pak Boris Tampubolon, Saya Eny dari Bekasi. Sudah 6 bulan ini perilaku suami saya tampak semakin aneh dan mencurigakan. Dia sepertinya punya wanita idaman lain. sekarang dia sudah jarang pulang, alasannya ada tugas luar kota terus. Kemudian suka marah-marah kalau saya mau cek handphone dia, kami jadi sering bertengkar padahal sebelumnya tidak pernah seperti ini. Sekarang kami sudah pisah ranjang. Saya sudah tidak kuat lagi dengan sikap dia. saya ingin mengajukan cerai. Pertanyaannya apakah saya bisa mengajukan gugatan cerai dengan alasan suami saya berselingkuh?
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaannya. Kami menyampaikan rasa prihatin kami atas masalah rumah tangga yang Ibu alami. Menurut kami, semua cara yang dianggap baik untuk menyelamatkan perkawinan, harus dan sangat pantas diupayakan oleh suami-istri agar perceraian hendaknya menjadi jalan terakhir.
Sebelum menjawab pertanyaan Ibu, kami akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian perkawinan. Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP), perkawinan dapat didefinisikan sebagai berikut:
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Harapan semua orang untuk dapat membentuk keluarga bahagia dan kekal, namun tak bisa dipungkiri kemungkinan-kemungkinan perkawinan itu berakhir tetap ada.
Menurut Pasal 38 UUP ada 3 faktor putusnya perkawinan yaitu 1) Kematian, 2) Perceraian, 3) atas keputusan Pengadilan. Dalam kasus ini, Ibu menanyakan masalah berakhirnya perkawinan karena perceraian, sebab itu kami akan membahas bagian perceraiannya saja.
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan ke dua belah pihak (lihat Pasal 39 ayat 1 UUP). Untuk bercerai harus ada cukup alasan bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri seperti diatur Pasal 39 ayat 2 UUP, berbunyi;
“untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri”
Secara hukum, terdapat alasan-alasan perceraian sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyatakan sebagai berikut:
“Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
-
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
-
Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya;
-
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
-
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;
-
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
-
Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga”.
Berdasarkan bunyi pasal di atas, memang tidak dinyatakan secara eksplisit bahwa selingkuh bisa dijadikan alasan perceraian. Mungkin alasan yang paling mendekati yang bisa digunakan adalah alasan zina. Namun perlu dipahami dulu apa itu zina.
Menurut R Soesilo, dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal menjelaskan, zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan isteri atau suaminya. Sementara, persetubuhan menurut R. Soesilo adalah peraduan antara anggota kemaluan laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi anggota laki-laki harus masuk ke dalam anggota perempuan.
Sedang, Ahli Hukum P.A.F Lamintang mengutip pendapat ahli hukum Profesor Simon, di dalam bukunya Delik-Delik Khusus Tindak Pidana-Tindak Pidana Melanggar NormaNorma Kesusilaan Dan Norma-Norma Kepatutan menerangkan, untuk adanya suatu perzinahan menurut pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KIUHP) itu diperlukan Vleeslijk Gemeenschap atau diperlukan adanya suatu hubungan alat kelamin yang selesai dilakukan antara seorang pria dengan seorang wanita.
Mengacu pada definisi zina di atas, dapat dipahami bahwa zina mengharuskan adanya persetubuhan (hubungan suami-isteri) antara seorang pria dengan seorang wanita yang salah satu atau keduanya telah masih terikat perkawinan.
Dalam pertanyaan Anda, memang tidak dijelaskan sudah sejauh apa perselingkuhan yang dilakukan suami Anda. Karena bisa saja suami Anda punya hubungan lain dengan wanita lain tapi belum tentu mereka telah berzina (melakukan hubungan suami-isteri). Jika Anda dapat membuktikan bahwa perselingkuhan mereka sudah sampai tahap zina, maka itu bisa dijadikan alasan perceraian. Dengan kata lain, selingkuh belum tentu berzinah.
Untuk membuktikan adanya zina, harus ada putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap lebih dulu. Sederhananya, Anda harus melaporkan suami anda lebih dulu ke pihak yang berwajib (Polisi) atas dugaan melakukan tindak pidana zina seperti diatur dalam pasal 284 KUHP. Jika terbukti, putusan pidana itu yang dijadikan dasar dan bukti otentik menggungat cerai suami Anda atas dasar telah melakukan zina.
Pasal 284 ayat (1) KUHP
“Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
-
seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak/zina (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
-
seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak/zina (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya”.
Berbicara hukum, maka kita bicara soal pembuktian. Tidak bisa hanya didasarkan pada dugaan-dugaan atau asumsi-asumsi yang tidak berdasar. Sehingga apapun yang kita dalilkan harus bisa kita buktikan secara hukum. Jadi jika Anda mengatakan suami Anda telah berselingkuh, maka Anda harus mampu membuktikannya. Tidak bisa hanya berdasarkan dugaan-dugaan atau asumsi-asumsi saja.
Ini sejauh yang kami pahami, semoga bermanfaat
Dasar Hukum:
-
Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
-
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Referensi
-
Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta KomentarKomentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Bogor: Politeia, 1996
-
Lamintang, Delik-Delik Khusus Tindak Pidana-Tindak Pidana Melanggar NormaNorma Kesusilaan Dan Norma-Norma Kepatutan, Bandung: Mandar Maju, 1990.
Sumber: https://konsultanhukum.web.id/