21st November 2018
by DnT Lawyers
Artikel, Hukum Perdata, News, Activities and Thought, News, Events and Media Release, White collar Criminal Defense, Civil, and Commercial Dispute
0 comments
Gisel Gugat Cerai Gading, Gempi Hak Siapa?
Selamat siang DNT Lawyers, hari ini aku cukup kaget mendengar Gisel gugat cerai Gading Marten, padahal selama ini keluarga ini sangat harmonis, terutama dengan tingkah lucunya Gempita. Pertanyaan saya, jika mereka resmi bercerai, siapa yang berhak atas hak asuh gempita? Apakah gading atau gisel? Aku berharap gempita tetap tumbuh jadi anak lucu yang selalu happy. Terima kasih.
Clara, Jakarta Selatan
Jawaban:
Hak asuh anak merupakan hal yang paling sering dimintakan oleh pasangan suami isteri (yang sudah punya anak) dan hendak bercerai, termasuk mungkin dalam kasus Gisel dan Gading ini. Hak asuh gempi nanti akan diputuskan oleh hakim, didasarkan pada pertimbangan siapa dari kedua orang tua yang paling baik untuk kepentingan tumbuh kembang Gempi.
Namun demikian, secara hukum, jika kedua orang tua bercerai dan anaknya masih dibawah umur dan kedua orang tua dianggap layak untuk mengasuh anak, maka hak asuh anak di bawah umur tetap jatuh kepada ibunya. Hal ini berlaku bagi yang beragama muslim dan Non-Muslim,
Bagi yang muslim diatur dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam, berbunyi:
“Dalam hal terjadinya perceraian :
-
Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;
-
Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya;
-
biaya pemeliharaanditanggung olehayahnya”
Sementara bagi yang non-muslim dasar hukumnya merujuk pada Yurisprudensi (putusan pengadilan terdahulu), sebagai berikut:
-
Putusan Mahkamah Agung RI 126 K/Pdt/2001 tanggal 28 Agustus 2003 dinyatakan bahwa : “..Bila terjadi perceraian, anak yang masih di bawah umur pemeliharaannya seyogiyanya diserahkan kepada orang terdekat dan akrab dengan si anak yaitu Ibu..”
-
Putusan Mahkamah Agung RI No. 102 K/Sip/1973 tanggal 24 April 1975, menyatakan: “Berdasarkan yurisprudensi mengenai perwalian anak, patokannya ialah bahwa ibu kandung yang diutamakan, khususnya bagi anak-anak yang masih kecil, karena kepentingan anak yang menjadi kriterium, kecuali kalau terbukti bahwa Ibu tersebut tidak wajar untuk memelihara anaknya.”