Cara Membedakan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
Bagaimana cara membedakan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)?
Jawaban:
I. Wanprestasi
Sederhananya, wanprestasi itu adalah ingkar janji atau tidak menepati janji. Menurut Abdul R Saliman (Saliman : 2004, hal. 15), wanprestasi adalah suatu sikap dimana seseorang tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur.
Menurut J Satrio (Satrio : 1999, hal 122), wanprestasi adalah suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya.
Wanprestasi diatur dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), berbunyi: “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”. (Baca Juga: BENTUK-BENTUK WANPRESTASI)
Sehingga unsur-unsur wanprestasi adalah:
-
Ada perjanjian oleh para pihak;
-
Ada pihak melanggar atau tidak melaksakan isi perjanjian yang sudah disepakati;
-
Sudah dinyatakan lalai tapi tetap juga tidak mau melaksanakan isi perjanjian.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa wanprestasi adalah keadaan di mana kreditur maupun debitur tidak/lalai melaksanakan perjanjian yang telah disepakati.
II. Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
PMH bisa terjadi di ranah hukum pidana, maupun hukum perdata. Dalam tulisan ini yang dimaksud PMH adalah yang dalam ranah hukum perdata.
Menurut Munir Fuady (Fuady : 2002, hal. 3) Perbuatan Melawan Hukum adalah sebagai suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku bahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.
PMH diatur dalam Pasal 1365 KUHPer, berbunyi “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut ”.
Dahulu perbuatan melawan hukum hanya terbatas pada perbuatan yang melanggar undang-undang tertulis saja. Namun sejak tahun 1919, Hoge Raad Belanda dalam perkara Lindenbaum v Cohen memperluas penafsiran perbuatan melawan hukum sehingga perbuatan melawan hukum tidak lagi terbatas pada perbuatan yang melanggar undang-undang tapi juga mencakup salah satu perbuatan sebagai berikut (Fuady : 2013, hal.6):
-
Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain
-
Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri
-
Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan;
-
Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik.
Berdasarkan hal-hal di atas, dapat dipahami unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum sebagai berikut (ibid, hal 10.):
-
Adanya suatu perbuatan;
-
Perbuatan tersebut melawan hukum;
-
Adanya kesalahan pihak pelaku;
-
Adanya kerugian bagi korban;
-
Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.
III. Perbedaan Wanprestasi dan PMH
Untuk memudahkan dalam melihat perbedaan wanprestasi dan PMH bisa dilihat dalam tabel ini (Ikatan Hakim Indonesia : 2016, hal. 33.) :
Ditinjau dari |
Wanprestasi |
PMH |
Sumber hukum |
– Pasal 1238, 1239, 1243 KUHPerdata– Timbul dari Persetujuan/perjanjian |
– Pasal 1365 sd 1380 KUHPer.– Timbul akibat perbuatan orang |
Unsur-unsurnya |
a. Ada perjanjian oleh para pihak;b. Ada pihak melanggar atau tidak melaksakan isi perjanjian yang sudah disepakati;c. Sudah dinyatakan lalai tapi tetap juga tidak mau melaksanakan isi perjanjian. |
a. Adanya suatu perbuatan;b. Perbuatan tersebut melawan hukum;c. Adanya kesalahan pihak pelaku;d. Adanya kerugian bagi korban;e. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian. |
Timbulnya hak menuntut |
Hak menuntut ganti rugi dalam wanprestasi muncul dari Pasal 1243 KUHper, yang pada prinsipnya membutuhkan pernyataan lalai (somasi) |
Hak menuntut ganti rugi dalam PMH tidak perlu peringatan lalai. Kapan saja terjadi PMH, pihak yang merasa dirugikan berhak langsung menuntut ganti rugi. |
Pembuktian dalam gugatan |
Penggugat cukup menunjukan adanya wanprestasi atau adanya perjanjian yang dilanggar |
Pengugat harus mampu membuktikan semua unsur PMH terpenuhi selain itu mampu membuktikan adanya kesalahan yang dibuat debitur. |
Tuntutan ganti rugi |
– KUHper sudah mengatur tentang jangka waktu perhitungan ganti rugi yang dapat dituntut, serta jenis dan jumlah ganti rugi yang dapat dituntut dalam wanprestasi.– Gugatan wanprestasi tidak dapat menuntut pengembalian pada keadaan semula (restitutio in integrum) |
– KUHPer tidak mengatur bagaimana bentuk dan rincian ganti rugi. Sehingga dapat menggugat kerugian materil dan imateril.– Dapat menuntut pengembalian pada keadaan semula. |
Sekian dari kami, semoga bermanfaat.
Sumber:
-
Abdul R Saliman, Esensi Hukum Bisnis Indonesia : Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta : Kencana, 2004).
-
Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, (Bandung : Alumni, 1999).
-
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002).
-
Munir Fuady Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, Cetakan ke empat, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2013).
-
Ikatan Hakim Indonesia, Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXXI No. 362 Januari 2016, (Jakarta : Ikatan Hakim Indonesia, 2016).
Peraturan Perundang-undangan:
-
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Sumber: https://konsultanhukum.web.id/