Cara Membatalkan Sertifikat Tanah Yang Diserobot Orang Lain
Selamat siang DNT Lawyers, saya memiliki sebidang tanah yang diatasnya berdiri kostan 50 kamar di Pusat Kota Surabaya dengan sertifikat Hak Guna Bangunan. Saya berniat ingin menjual tanah beserta kostan tersebut dengan seseorang pembeli dari Jakarta. Pembeli sanggup membayar dengan cara bayar DP 30% diawal, sisanya akan dibayar setelah sertifikat baru terbit, karena rencananya sertifikat baru akan dijaminkan atas nama pembeli ke Bank. Ternyata setelah AJB dan sertifikat baru terbit, pembeli tetap tidak mau melunasi sisanya. Sudah saya tagih berkali-kali tapi tidak ada niat baik untuk membayar. Pertanyaan saya, bagaimana cara membatalkan sertifikat tersebut?
Johan, Surabaya
Kasus lahirnya sertifikat diatas tanah orang lain sering terjadi dengan berbagai modus, termasuk seperti yang bapak ceritakan. Dalam rezim hukum pertanahan, menurut DNT Lawyers terdapat 3 (tiga) cara untuk membatalkan sertifikat tanah, yaitu:
I. Permintaan Pembatalan ke Menteri/Kepala BPN/Kementerian Agraria dan Tata Ruang
Pembatalan Sertifikat dapat dilakukan diluar mekanisme peradilan yaitu dengan cara mengajukan permohonan kepada Menteri/Kepala BPN/Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Mekanisme ini diatur pada Pasal 110 jo Pasal 108 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Adapun dasar permohonan dapat dilakukan jika diduga terdapat cacat hukum administratif dalam penerbitannya, sebagaimana diatur pada Pasal 106 ayat (1) jo Pasal 107 sebagai berikut:
Cacat hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 (1) adalah :
- Kesalahan prosedur
- Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan
- Kesalahan subjek hak
- Kesalahan objek hak
- Kesalahan jenis hak
- Kesalahan perhitungan luas
- Terdapat tumpang tindih hak atas tanah
- Data yuridis atau data data fisik tidak benar;atau
- Kesalahan lainnya yang bersifat administrative
II. Gugat di Pengadilan Tata Usaha Negara
Sertifikat tanah merupakan salah satu Keputusan Tata Usaha Negara (“KTUN”) sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU 30/2014”). Untuk membatalkan suatu KTUN, dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa terdapat jangka waktu untuk menggugat Keputusan TUN, yaitu 90 (Sembilan puluh) hari sejak diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat TUN, sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UU 5/1986, sebagai berikut:
“Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.”
III. Gugat Perdata di Pengadilan Negeri
Penerbitan Sertifikat diatas tanah yang sebenarnya belum sepenuhnya menjadi hak pembeli serta diikuti dengan tidak adanya itikan baik untuk membayar kewajiban kepada anda, merupakan bentuk perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain dan kewajiban hukum pembeli, sehingga dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur pada pasal 1365 KUHPer, berbunyi
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut ”.
Dalam mengajukan gugatan perdata, perlu diperhatikan adanya kadaluarsa dapat diajukannya gugatan yaitu 5 (lima) tahun sejak terbitnya sertifikat, sebagaimana diatur pada Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/97) yang berbunyi:
“Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.”
Namun adanya daluarsa menunrut sebagaimana disebut Pasal 32 PP 24/97 di atas tidak mutlak selama bisa dibuktikan bahwa perolehan tanah tersebut dilakukan tidak dengan itikad baik.
Jika mekanisme pembayaran sebagaimana yang anda maksud diatas telah disepakati dalam suatu perjanjian, maka terhadapnya juga dapat diajukan gugatan Wanprestasi pada Pengadilan Negeri sebagai opsi lain jika ingin agar pembeli memenuhi prestasi/janji yang telah disepakati.
Bila masih ada yang ingin ditanyakan/konsultasikan, atau anda perlu pendampingan/bantuan hukum segera hubungi kami di (021) 5701505 atau email info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers. (klik di sini)
Terimakasih, semoga bermanfaat.