Bagaimana Hukum Melakukan Aborsi di Indonesia?
Hukum melakukan aborsi di Indonesia pada umumnya adalah tidak diperbolehkan dan dilarang. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 346 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai berikut:
Pasal 346 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
“Seseorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.”
Pelarangan aborsi tidak hanya ditujukan untuk pelaku atau ibu, tetapi juga bagi orang lain yang membantu melakukan aborsi, sesuai dengan:
Pasal 347 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
“(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun; (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
Pasal 348 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
“(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan; (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.”
Pasal 349 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
“Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.”
Akan tetapi, terdapat beberapa pengecualian yang memperbolehkan aborsi dilakukan, yakni ketika adanya indikasi kedaruratan medis yang mengancam nyawa ibu/janin dan kehamilan yang disebabkan karena perkosaan, sesuai dengan ketentuan berikut:
Pasal 75 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
“(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi; (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) dapat dikecualikan berdasarkan: a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.”
Namun, pelaksanaan aborsi tersebut tetap harus memenuhi syarat yang telah diatur dalam ketentuan berikut:
Pasal 76 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
“Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan: (a) sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; (b) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; (c) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; (d) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan (e) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri.”
Selain itu, aborsi dapat pula dilakukan pada ibu hamil yang menderita penyakit fisik berat, adanya ancaman cacat genetik bagi bayi ketika lahir, dan kehamilan yang timbul akibat tindak pidana perkosaan, sebagaimana diatur pada:
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005
“(1) Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi); (2) Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat, (a) keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah (i) perempuan hamil menderita sakit fisit berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan cavern dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh tim dokter, (ii) dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu, (b) keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah (i) janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetik yang sulit disembuhkan ketika sudah lahir, (ii) kehamilan yang ditimbulkan akibat pemerkosaan yang telah ditetapkan/dikonfirmasi oleh keluarga korban, dokter dan ulama; (3) Aborsi yang dibolehkan karena uzur sebagaimana dimaksud pada poin b.ii hanya boleh dilaksanakan di fasilitas/tempat kesehatan yang legal atau telah ditunjuk oleh pemerintah; dan (4) Aborsi haram hukumnya apabila dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat perzinaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa aborsi dilarang dan tidak diperbolehkan oleh hukum di Indonesia. Akan tetapi, aborsi dapat dilakukan dengan pengecualian tertentu yang terdapat dalam Pasal 75 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005.
Artikel hukum ini ditulis oleh Sanditya Ibnu Hapinra – Intern DNT Lawyers.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).