Apakah Pengembalian Kerugian Negara Dapat Meringankan Hukuman bagi Terdakwa Suap yang Menyalahgunakan Jabatan?

Dalam sistem hukum pidana Indonesia, tindak pidana korupsi — termasuk suap — diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Salah satu isu penting dalam praktik peradilan adalah apakah pengembalian kerugian negara oleh terdakwa dapat dijadikan alasan untuk meringankan hukuman, terutama bagi pelaku suap yang menyalahgunakan jabatan.

Secara normatif, pengembalian kerugian negara tidak menghapus sifat melawan hukum suatu tindak pidana korupsi. Pasal 4 UU Tipikor menegaskan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapus pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Dengan demikian, pengembalian tersebut hanya dapat dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan, bukan sebagai dasar penghapusan pertanggungjawaban pidana.

Dari perspektif teori pemidanaan, hal ini selaras dengan prinsip ultimum remedium dan asas keadilan korektif yang menempatkan restitusi sebagai bagian dari tanggung jawab moral pelaku, bukan alasan penghapusan kesalahan. Dalam konteks suap jabatan, perbuatan menyalahgunakan kekuasaan untuk memperoleh keuntungan pribadi telah melanggar nilai integritas publik, sehingga tidak dapat dihapus hanya dengan mengembalikan kerugian negara.

Implikasinya terhadap penegakan hukum adalah pentingnya konsistensi dalam pertimbangan yudisial. Jika pengembalian kerugian negara terlalu ditekankan sebagai faktor meringankan, maka akan timbul persepsi bahwa korupsi dapat “dinegosiasikan” melalui pembayaran kembali. Sebaliknya, apabila hakim menempatkannya secara proporsional, yakni sebagai indikator itikad baik tanpa mengurangi bobot pelanggaran jabatan maka keadilan substantif dapat tetap terjaga.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana bagi pelaku tindak pidana suap, melainkan hanya menjadi faktor pertimbangan yang meringankan dalam menjatuhkan putusan. Pendekatan ini memastikan keseimbangan antara keadilan, kepastian hukum, dan efektivitas pemberantasan korupsi di Indonesia.

 

Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di:

Telp: (021) 2206-4438
Email: info@dntlawyers.com
atau datang langsung ke kantor DNT Lawyers di Harmoni Plaza Blok F-10, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat.

 

Artikel hukum ini ditulis oleh Arya Sulistiawan Intern DNT Lawyers.

 

 

 

Referensi

  • Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
  • Putusan Mahkamah Agung Nomor 1731 K/Pid.Sus/2010.
  • Putusan Mahkamah Agung Nomor 537 K/Pid.Sus/2014.
  • Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum, Hakim, dan Penegakan Hukum di Indonesia, Gramedia, 2019.
  • Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, RajaGrafindo Persada, 2014.
Related Posts
WhatsApp chat