Apakah MoU Mengikat para Pihak?
Mengikat atau tidaknya suatu MoU, perlu ditinjau dari isi perjanjiannya. Apabila MoU-nya telah memenuhi unsur dan syarat sah perjanjian maka MoU tersebut mengikat para pihak.
MoU atau Nota Kesepahaman atau pra-kontrak/Letter of Intent/Gentlement Agreement pada dasarnya tidak dikenal dalam hukum Indonesia. MoU merupakan perjanjian pendahuluan yang menyediakan kesempatan bagi para pihak untuk mengadakan studi kelayakan sebelum diperjanjikan dalam perjanjian yang mengikat para pihak nantinya.
Burhanuddin S., SHI, M.Hum dalam buku Pedoman Penyusunan Memorandum of Understanding (MoU) menjelaskan bahwa ada 2 pendapat berbeda mengenai kekuatan mengikat MoU (hal.12-13):
a. MoU memiliki kekuatan hukum mengikat sama halnya dengan perjanjian itu sendiri.
Meskipun tidak ada pengaturan khusus mengenai MoU, dan penyusunannya diserahkan kepada para pihak, bukan berarti MoU tidak berkekuatan hukum mengikat, hingga memaksa para pihak untuk menaatinya dan/atau melaksanakannya. Dasar hukum pendapat ini adalah ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang menyatakan “bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya” Artinya, apabila MoU memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur Pasal 1320 KUH Perdata, yang terdiri dari kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, mengenai suatu hal tertentu, dan sebab yang halal, maka kedudukan dan/atau keberlakuan MoU bagi para pihak dapat disamakan dengan sebuah undang-undang yang bersifat mengikat dan memaksa.
b. MoU tidak mempunyai kekuatan mengikat sehingga secara hukum tidak dapat dipaksakan kepada masing-masing pihak.
MoU hanya sebuah perjanjian pendahuluan sebagai alat bukti awal adanya kesepakatan yang memuat hal-hal pokok untuk melakukan perjanjian lebih lanjut. Meskipun mendasarkan pada KUH Perdata, kekuatan mengikat yang berlaku pada MoU tetap hanya sebatas moral saja. Dengan kata lain, MoU merupakan gentlemen agreement yang tidak memliki akibat hukum. Dengan demikian, apabila salah satu pihak ternyata tidak menjalankan MoU, maka pihak lain tidak dapat memberlakukan sanksi kepada yang pihak bersangkutan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, untuk menentukan apakah suatu MoU memiliki kekuatan hukum mengikat atau tidak, harus ditinjau dari isi perjanjiannya. Sebuah MoU dapat berlaku mengikat seperti halnya perjanjian apabila di dalamnya sudah memuat unsur-unsur perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1338 dan 1320 KUH Perdata. Konsekuensinya, apabila salah satu pihak melanggar MoU tersebut, pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan secara perdata ke pengadilan atas wanprestasi yang dilakukan pihak yang melanggar.
Artikel hukum ini ditulis oleh Emilianus Rony Santoso – Intern DNT Lawyers.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).