Perbuatan pembelaan diri ketika dibegal bukan merupakan tindak pidana, sepanjang dapat dibuktikan adanya terjadi ancaman atau serangan kepada diri sendiri atau orang lain.
Pembelaan terpaksa (noodweer) diatur dalam Pasal 49 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:
“(1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.”
Jika perbuatan membela diri melampaui batas keseimbangan antara ancaman yang ada, seperti terjadinya kematian seseorang, perlu dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah pelaku mengalami kegoncangan jiwa yang hebat akibat serangan atau ancaman yang ada.
Pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer exces) diatur dalam Pasal 49 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan bunyi:
“(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.”
Noodweer dan Noodweer Exces termasuk dalam alasan penghapus pidana, noodweer merupakan alasan pembenar sedangkan noodweer exces merupakan alasan pemaaf. Alasan pembenar dan alasan pemaaf juga memiliki definisi tersendiri dan dapat ditemukan dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Penghapusan pidana tersebut sudah pernah diterapkan oleh pemerintah pada kasus pembegalan yang terjadi di Jambi. Korban pembegalan yang bernama Fiki Harman sempat ditetapkan sebagai tersangka karena pada saat peristiwa pembegalan terjadi korban melakukan pembelaan diri (self-defense) yang berakhir dengan kematian pelaku begal. Pelaku begal yang meninggal dunia pada awalnya dianggap sebagai korban. Namun dengan penyelidikan mendalam, pihak kepolisian akhirnya menemukan bukti dan keterangan pendukung lainnya yang membuat kasus ini akhirnya dihentikan.
Dalam menentukan perbuatan Fikri Harman sebagai tindak pidana atau bukan, pengadilan dapat menilai kesesuaian unsur-unsur alasan penghapusan pidana yang ada, misalnya noodweer atau noodweer exces. Jika alasan penghapus pidana terbukti, Fikri tidak dijatuhi hukuman pidana. Sebaliknya, apabila unsur-unsur penghapus pidana tidak terbukti, Fikri dapat dijatuhi hukuman pidana sejalan dengan perbuatan yang dilakukan.
Keputusan yang diambil oleh pihak berwajib sudah benar dan sesuai. Perbuatan yang dilakukan oleh korban dapat dikategorikan sebagai pembelaan terpaksa (noodweer) sehingga dihapuskan karena adanya alasan pembenar. Pada saat kejadian, korban dan adik korban mendapatkan ancaman dari para pelaku begal, adik korban sempat dipukuli dan korban ditodong pisau oleh pelaku. Perbuatan yang dilakukan korban (menusuk pelaku dengan pisau pelaku) dapat terjadi karena ada ancaman untuk diri sendiri dan orang lain sehingga terbukti sebagai pembelaan terpaksa dan memenuhi unsur yang ada dalam KUHP. Alasan pembenar bisa juga digunakan karena bisa dilihat dari sisi perbuatannya (objektif).
Artikel hukum ini ditulis oleh Clarine Felicia – Intern DNT Lawyers.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).