Penggunaan Artificial Intelligence (AI) dalam menciptakan karya kreatif seperti gambar, video, dan konten viral di media sosial semakin berkembang pesat. Salah satu contohnya adalah karakter “Tung Tung Tung Sahur”, yang diciptakan oleh @noxaasht dan viral di TikTok sebagai kentongan kayu antropomorfik. Namun, di balik fenomena ini, muncul masalah hukum terkait hak cipta, dimana kreator asli mengklaim bahwa karyanya digunakan tanpa izin oleh pihak lain. Kasus ini memunculkan pertanyaan penting mengenai siapa yang seharusnya memiliki hak cipta atas karya yang dihasilkan oleh AI dan bagaimana hukum melindungi ciptaan tersebut.
Ketentuan mengenai hak cipta di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Perlindungan ciptaan mencakup berbagai macam karya seni, seperti buku, lagu, permainan video, karya arsitektur, dan lainnya sebagaimana tercantum dalam Pasal 40 ayat (1) UU 28/2014. Namun, ciptaan yang dilindungi hak cipta harus merupakan hasil olah pikir manusia yang memiliki unsur orisinalitas. Pasal 1 ayat (1) UU 28/2014 mengartikan “karya ciptaan” sebagai hasil karya yang memiliki kreativitas dan merupakan ciptaan baru yang belum pernah ada sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa agar sebuah karya seni bisa dilindungi hak cipta, karya tersebut harus orisinal, artinya karya tersebut harus merupakan hasil karya baru dan tidak meniru atau menjiplak karya orang lain.
Dalam konteks karya yang diciptakan oleh AI, perlu diingat AI itu sendiri bekerja dengan mengolah data, referensi, dan pola yang ada untuk menghasilkan konten baru berdasarkan algoritma dan instruksi tertentu. Sehingga, meskipun konten yang dihasilkan AI terlihat “baru,” proses penciptaannya tetap tidak melibatkan creative thinking secara langsung, dimana hal tersebut merupakan unsur utama dalam penciptaan karya seni.
Sebagai kesimpulan, berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU 28/2014, ciptaan diartikan sebagai hasil karya manusia yang muncul dari inspirasi, kemampuan, dan keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. AI hanya mengolah data dan informasi yang sudah ada tanpa sentuhan kreatif atau kehendak pribadi manusia, sehingga unsur orisinalitas yang diperlukan untuk perlindungan hak cipta sulit dibuktikan. Oleh karena itu, status hukum karya yang dihasilkan oleh AI masih menjadi perdebatan. Hingga saat ini, karya AI secara yuridis belum memenuhi syarat untuk dilindungi hak cipta, karena tidak memenuhi kriteria ciptaan yang diatur dalam UU Hak Cipta.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di:
Telp: (021) 2206-4438
Email: info@dntlawyers.com
atau datang langsung ke kantor DNT Lawyers di Harmoni Plaza Blok F-10, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat.
Artikel hukum ini ditulis oleh Jennifer Angela Kezia – Intern DNT Lawyers.
Referensi
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
- Lampost.co. “Garena Gunakan ‘Tung Tung Tung Sahur’ Tanpa Izin.” Lampost.co, 2024. Diakses 25 Juni 2025. https://lampost.co/teknologi/garena-gunakan-tung-tung-tung-sahur-tanpa-izin/
- Binus University. “Artificial Intelligence: Pengertian, Cara Kerja, dan Manfaatnya.” Binus University, 2024. Diakses 25 Juni 2025. https://binus.ac.id/bandung/2024/02/artificial-intelligence-pengertian-cara-kerja-dan-manfaatnya/.