Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) merupakan salah satu jenis tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur di dalam Pasal 4 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2023, terdapat 838 kasus KSBE dari total 1.271 kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang diadukan ke Komnas Perempuan pada tahun 2023. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang pesat jika tidak diiringi oleh kebijaksanaan dalam penggunaanya menjadi salah satu penyebab KSBE semakin marak terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, sudah sepatutnya KSBE diatur secara lebih komprehensif sebagaimana tertera di dalam UU TPKS pada saat ini.
Pengaturan mengenai tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai KSBE secara lebih rinci diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU TPKS yang berbunyi:
“Setiap orang yang tanpa hak:
a. melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar;
b. mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual; dan/atau
c. melakukan penguntitan dan/atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi obyek dalam informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual, dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”
Sanksi pidana bagi pelaku KSBE menjadi lebih berat apabila tindakan-tindakan di atas dilakukan dengan tujuan untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa, atau menyesatkan dan/atau memperdaya korban untuk melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu. Pelaku dapat dijatuhkan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 300 juta rupiah sebagaimana tertera di dalam Pasal 14 ayat (2) UU TPKS.
Berdasarkan ketentuan di dalam UU TPKS, dapat disimpulkan bahwa KSBE terdiri dari 5 bentuk, yaitu perekaman, pengambilan, pentransmisian, penguntitan, dan/atau pelacakan yang dilakukan tanpa persetujuan korban. Adapun tujuan pelaku dapat menjadi unsur yang dapat memperberat sanksi pidana bagi pelaku KSBE. Pengaturan KSBE di dalam UU TPKS tergolong cukup progresif karena mampu merespons perkembangan jenis kekerasan seksual di era digital saat ini. Oleh karena itu, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat menciptakan prospek bagi para korban Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik untuk memperoleh keadilan.
Referensi
Undang-Undang Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. UU Nomor 12 Tahun 2022. LN Tahun 2022 No.120 TLN No.6792.
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Lembar Fakta Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2023 “Momentum Perubahan: Peluang Penguatan Sistem Penyikapan di Tengah Peningkatan Kompleksitas Kekerasan Terhadap Perempuan”. (Jakarta: 7 Maret 2024).
Artikel hukum ini ditulis oleh Farras Zidane Diego Ali Farhan – Intern DNT Lawyers.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).