Tarif Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”) di Indonesia dimulai sejak pertama kali sistem tarif PPN diperkenalkan pada tahun 1984 yaitu sebesar 10%, setelah itu baru berubah menjadi 11% pada tahun 2022 sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU HPP”), dan kemudian naik kembali menjadi 12% pada awal tahun 2025. Kenaikan PPN ini pun menjadi polemik di Indonesia, bahkan terdapat beberapa masyarakat yang salah menafsirkan pengenaan tarif PPN 12% ini sebagai PPh. Untuk itu, perlu dipahami bahwa PPN dan PPh merupakan dua jenis instrumen pajak yang berbeda. PPN didefinisikan sebagai pajak yang dikenakan atas penyerahan atau transaksi jual beli barang dan jasa, sedangkan Pajak Penghasilan (“PPh”) adalah pajak yang dikenakan atas pendapatan atau penghasilan yang diterima oleh setiap orang pribadi, perusahaan, atau badan hukum lainnya.
Kenaikan tarif PPN menjadi 12% ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, tepatnya pada Pasal 7 ayat (1) huruf b UU HPP yang menyatakan bahwa:
“Pasal 7
(1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu:
a. …
b. Sebesar 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.”
Sesuai kesepakatan Pemerintah Republik Indonesia dengan DPR tahun 2021 terkait dengan UU HPP, kenaikan tarif pajak ini dilakukan secara bertahap. Dimulai dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022 yang sudah dilaksanakan, kemudian dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Kenaikan secara bertahap ini dimaksud agar tidak memberi dampak yang signifikan terhadap daya beli masyarakat, terhadap inflasi, dan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dilihat dari skala global, sebenarnya tarif PPN di Indonesia relatif lebih rendah dari rata-rata dunia yang sebesar 15,4%. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan Asia Timur lainnya, kebijakan PPN 12% di Indonesia ini tergolong cukup tinggi. Sebagai contoh tarif PPN di Malaysia hanya sebesar 6%, sementara Jepang dan Korea masih bertahan pada angka 10%. Di sisi lain, negara-negara berkembang yang bertumpu pada konsumsi masyarakat seperti India dan China menetapkan PPN masing-masing sebesar 18% dan 13%.
Kebijakan PPN 12% di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan keadilan pajak, yakni pajak yang lebih tinggi untuk barang dan jasa yang mungkin hanya dinikmati oleh kalangan tertentu, serta menambah penerimaan negara untuk pembangunan. Selain itu, terdapat alasan lainnya yang melatarbelakangi kenaikan PPN menjadi 12% ini, di antaranya untuk mendongkrak pendapatan negara, mendanai program pemerintah, mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri, dan menyesuaikan dengan standar internasional.
Kenaikan PPN menjadi 12% ini pun sejatinya hanya dikenakan untuk barang-barang mewah yang masih tergolong sebagai objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (“PPNBM”), dengan kata lain bahwa barang mewah ini biasanya adalah barang yang dikonsumsi oleh kelompok masyarakat atas, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (“PMK”) Nomor 131 Tahun 2024 dan PMK Nomor 15/PMK.03/2023. Hal ini diharapkan menjadi langkah strategis yang mampu menjaga stabilitas daya beli masyarakat kelas menengah.
Adapun kategori barang mewah yang dikenakan PPN 12%, antara lain:
- hunian mewah seperti rumah, apartemen, dan kondominium dengan harga jual di atas Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah);
- kendaraan udara seperti helicopter, private jet, balon udara;
- kapal pesiar dan yacht (non-angkutan umum); dan
- senjata api kecuali untuk keperluan negara.
Di samping itu, terkait dengan kebutuhan pokok atau barang sehari-hari tidak dikenakan kebijakan kenaikan PPN 12%, sehingga tetap berpatok pada PPN 11%. Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani juga berpesan bahwa barang sehari-hari tetap pada tarif PPN 11%, tanpa adanya kenaikan. Lebih lanjut, disampaikan bahwa bagi seluruh pengusaha yang sudah terlanjur menerapkan tarif PPN 12%, dapat mengembalikan kelebihan pajak sebesar 1% kepada pembeli berdasarkan aturan pelaksanaan yang saat ini masih dalam penyusunan oleh Pemerintah.
Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar negara untuk pembangunan nasional dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, beberapa akademisi atau pengamat ekonomi menjelaskan bahwa kenaikan tarif pajak PPN ini dapat berdampak negatif bagi masyarakat. Misalnya, kenaikan tarif PPN menjadi 12% ini dikhawatirkan dapat membuat masyarakat mengurangi konsumsi barang mewah, sementara konsumsi barang mewah yang cenderung terus meningkat dapat meningkatkan perekonomian negara. Kenaikan harga barang dan jasa akibat tarif PPN 12% juga dapat memicu inflasi sehingga menambah beban masyarakat dan mungkin akan menyebabkan penurunan daya beli masyarakat yang mana selama ini menjadi penggerak utama konsumsi dalam perekonomian.
Referensi
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2021 tentang Penetapan Jenis Barang Kena Pajak Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan tata Cara Pengecualian Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Pengumuman Kenaikan PPN 12 Persen Berlaku Hanya untuk Barang dan Jasa Mewah, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, 31 Desember 2024”, https://setkab.go.id/pengumuman-kenaikan-ppn-12-persen-berlaku-hanya-untuk-barang-dan-jasa-mewah-di-kantor-kementerian-keuangan-jakarta-31-desember-2024/, diakses pada tanggal 6 Januari 2025.
Tribunnews.com, “Kadin Indonesia Sebut Kenaikan PPN 12 Persen untuk Barang dan Jasa Mewah: Industri Lebih Kompetitif”, https://www.tribunnews.com/bisnis/2025/01/05/kadin-indonesia-sebut-kenaikan-ppn-12-persen-untuk-barang-dan-jasa-mewah-industri-lebih-kompetitif, diakses pada tanggal 6 Januari 2025.
Artikel hukum ini ditulis oleh Patrick Martin – Intern DNT Lawyers.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).