Akibat Hukum Perjanjian Kerja yang Bertentangan Dengan Undang-Undang
Saya adalah karyawan di salah satu perusahaan swasta, menurut saya banyak ketentuan yang di dalam perjanjian kerja saya yang tidak sesuai atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan khususnya UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun mau tidak mau saya tetap harus melaksanakan perjanjian kerja tersebut karena sudah saya sepakati sehingga terikat walaupun sebenarnya sangat tidak adil bagi kami para karyawan. Pertanyaan saya apakah boleh perjanjian kerja itu mengatur hal-hal yang bertentangan dengan UU? dan apa akibatnya terhadap perjanjian tersebut? Ade.
Terima kasih atas pertanyaannya.
Perjanjian kerja yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum sehingga dianggap tidak pernah ada.
Syarat sahnya perjanjian kerja diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, berbunyi:
“Pasal 52
1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.”
Pasal 52 ayat (3) di atas telah jelas menyatakan perjanjian kerja yang dibuat bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengakibatkan perjanjian kerja tersebut batal demi hukum.
Dikaitkan dengan kasus Anda, jelas perjanjian kerja yang Anda buat dengan perusahaan itu batal demi hukum. Perlu diingat, yang batal itu bisa perjanjiannya sebagai satu kesatuan atau bisa juga yang batal hanya pasal-pasal atau ketentuan dalam perjanjian yang bertentangan dengan UU saja.
Batal demi hukum berarti perjanjian itu dianggap tidak pernah ada. Sehingga acuannya kembali lagi kepada apa yang sudah diatur dalam UU.
Sebagai contoh, Pasal 90 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatakan pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum. Upah minimum tahun 2016 berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 230 tahun 2015 adalah Rp. 3.100.000,-. Namun dalam perjanjian kerja, ada pasal/ketentuan yang mengatur bahwa upah anda hanya 2.500.00,-.. dalam konteks ini, pasal yang mengatur upah anda 2.500.000,- tersebut jelas bertentangan dengan UU sehingga batal demi hukum, dan wajib merujuk kembali kepada ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu Rp. 3.100.00,-
Berdasarkan dasar hukum tersebut Anda bisa menyampaikan ke perusahaan agar menyesuaikan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam perjanjian kerja dengan UU yang berlaku sehingga hak-hak Anda sebagai karyawan tidak dilanggar.
Jika tidak ada kesepakatan antara Anda (karyawan) dan pengusaha terkait hal ini, Anda bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial atas dasar gugatan perselisihan hak dan meminta agar perjanjian kerja tersebut disesuaikan dengan UU atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kesimpulan, perjanjian kerja yang bertentangan dengan UU berakibat perjanjian tersebut batal demi hukum sehingga dianggap tidak pernah ada.
Seharusnya yang perlu diatur dalam perjanjian kerja itu adalah hal-hal yang belum diatur dalam UU. Jika sudah diatur secara tegas dalam UU, tidak diijinkan adanya penyimpangan lagi kecuali jika penyimpangan itu jelas dibolehkan oleh UU.
Dasar Hukum:
-
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
-
Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 230 tahun 2015 tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2015
Sumber: https://konsultanhukum.web.id/
Pak.saya ada pertanyaan.saya salah satu pegawai swasta perusahaan .Saya punya kontrak 2 tahun dan dikontrak dituliskan masalah pemutusan hubungan kerja jika masa kerja sudah selesai karyawan tidak mendapatkan pesangon sedangkan di undang undang ketenagakerjaan. Diatur mengenai pesangon .Padahal di kontrak kerja kami ada tertulis bahwa kontrak tersebut mengacu kepada undang-undang ketenagakerjaan .Pertanyaan saya mana lebih kuat kontak kerja atau undang-undang ketenagakerjaan.menurut saya harusnya perusahaan membuat kontrak sesuai undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku.Apa yang harus saya perbuat pak mohon petunjuk .
yang berlaku adalah yang diatur di UU dalam hal ini UU Ketenagakerjaan. jika ada klausul dalam perjanjian yang dibuat bertentangan dengan UU, maka klausul dalam perjanjian tersebut tidak berlaku/batal demi hukum. tetap yang dipakai adalah yang diatur dalam UU. yang harus anda lakukan tetap menuntut hak anda.
menurut hukum mekanismenya, melalui jalur bipartit (mediasi) antara anda dan pihak perusahaan, jika tidak ada titik temu lanjut ke proses tripartit yaitu antara anda dan perusahaan sebagai pihak namun dimediatori oleh pegawai suku dinas sebagai mediator, caranya anda membuat pengaduan ke suku dinas ketenagakerjaan di daerah perusahaan anda berada (mis: kalau perusahaan berkedudukan di jakarta selatan berarti ajukan ke suku dinas ketenagakerjaan jakarta selatan), jika tidak ada juga titik temu pada tahap tripartit ini, anda bisa mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial.
terima kasih