Perbedaan antara Trading in Influence dan Suap
Terdapat bebebapa kasus korupsi di Indonesia yang menurut berbagai akademisi dan praktisi hukum disebut sebagai bentuk perdagangan pengaruh (trading in influence traffic of influence, influence peddling, undue influence atau influence market) antara lain pada kasus Impor Sapi Luthfi Hasan Ishaaq, kasus PLTU RIAU 1 Idrus Marham, Kasus impor daging Irman Gusman, Kasus Jabatan di Kementerian Agama Romahurmuzy dan Kasus Patrice Rio Capella. Namun, apakah benar demikian? Mengapa pada kasus-kasus tersebut diterapkan pidana suap?
Perdagangan Pengaruh dan suap sama-sama diatur dalam United Nations Convention Against Corruption 2003 (UNCAC) yang telah di ratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Namun sampai dengan saat ini, UU Tindak Pidana Korupsi belum memasukkan trading in influence sebagai salah satu tindak pidana korupsi. Itulah sebabnya pada kasus-kasus tersebut belum dapat diterapkan sebagai tindak pidana perdagangan pengaruh.
Secara defenisi, Perdagangan pengaruh diatur pada Pasal 18 UNCAC yang berbunyi:
- Janji, tawaran atau pemberian manfaat yang tidak semestinya kepada pejabat publik atau orang lain, secara langsung atau tidak langsung, agar pejabat publik atau orang itu menyalahgunakan pengaruhnya yang ada atau yang dianggap ada dengan maksud memperoleh manfaat yang tidak semestinya dari lembaga pemerintah atau lembaga publik Negara Pihak untuk kepentingan penghasut asli perbuatan itu atau untuk orang lain;
- Permintaan atau penerimaan manfaat yang tidak semestinya oleh pejabat publik atau orang lain, secara langsung atau tidak langsung, untuk dirinya atau untuk orang lain agar pejabat publik atau orang itu menyalahgunaan pengaruhnya yang ada atau yang dianggap ada dengan maksud memperoleh manfaat yang tidak semestinya dari lembaga pemerintah atau lembaga publik Negara Pihak.
Artidjo Alkostar Tim Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kajian Implementasi Aturan Trading in Influence Dalam Hukum Nasional, Jakarta; ICW, 2014, hal. 45, menyebutkan bahwa “perdagangan pengaruh adalah suatu tekanan yang mempengaruhi sikap orang untuk menentukan pendapatnya sehingga dengan demikian lebih bersifat tekanan, di mana tekanan dapat berupa: (1) tekanan kekuasaan politik, dan (2) tekanan ekonomi. Dalam arti kata memberi janji, apa pun bentuknya yang berupa yang menguntungkan bagi orang mau dan dapat dipengaruhi.”
PERBEDAAN ANTARA TRADING IN INFLUENCE DAN SUAP
Dalam perkembangannya, terhadap pelaku trading in influence selalu dikaitkan dengan suatu perbuatan Tindak Pidana Korupsi meliputi Tindak Pidana Suap, namun dalam teori nya tidaklah demikian, sebab beda Subjek maupun objek hukum dari pengaturan kedua hal tersebut. Apabila merujuk pada pengaturan dan subjek hukumnya, maka perbedaan antara trading in influence, suap dan gratifikasi dapat dijelaskan dalam tabel berikut:
Trading in influence | Suap | |
Pengaturan | Pasal 18 (a) dan (b) UNCAC dan belum diatur dalam hukum positif di Indonesia. | Diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2), Termasuk Pasal 6 ayat 1 huruf (a) dan (b), Pasal 6 ayat (2). Pasal 11, Pasal 12 (a) dan (b) UU No 31 Tahun 1999 Jo No 20 Tahun 2001. |
Pihak yang terlibat | Trilateral Relationship
· Dua pelaku dari sisi pengambil kebijakan termasuk orang yang menjual pengaruhnya (tidak mesti pejabat publik atau penyelenggara negara). · Pemberi sesuatu yang menginginkan keuntungan dari pejabat publik atau penyelenggara negara. |
Bilateral Relationship
· Penerima suap harus penyelenggara negara karena terdapat unsur menyalahgunakan kekuasaan atau kewenangan dalam jabatannya. · Khusus untuk memberi suap dapat berasal dari penyelenggara negara maupun pihak swasta. |
Subjek Hukum | Pelaku dapat berasal dari bukan penyelenggara negara, namun memiliki akses atau kekuasaan kepada otoritas publik, hal ini dapat ditemukan pada frasa “public official or any other person” | Penerima pemberian atau janji merupakan pegawai negeri, penyelenggara negara, hakim dan advokat. |
Bentuk Perbuatan | Tindakan pelaku tidak memiliki pertentangan secara langsung dengan kewajiban atau kewenangannya. | Salah satu unsur utama dalam suap adalah perbuatan pelaku
yang bertentangan dengan kewajiban atau kewenangannya atau menurut pikiran pemberi tindakannya ada hubungannya dengan jabatan si penerima. |
Penerimaan | Pelaku perdagangan pengaruh menerima keuntungan yang tidak semestinya (undue advantage). Sehingga cakupannya lebih luas daripada suap. | Penerima menerima sesuatu hadiah atau janji. Hadiah dalam Putusan Hoge Raad pada tanggal 25 April
1916 adalah “sesuatu yang memiliki arti.” |
Bila saudara masih ada yang ingin ditanyakan/konsultasikan terkait masalah ini, atau anda perlu pendampingan/bantuan hukum. Saudara dapat menghubungi kami di (021) 6329.683 dan e-mail info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers Office.
Terima kasih, semoga bermanfaat.