Tim Medis dalam Aksi Massa: Apakah Mendapat Perlindungan Khusus Hukum?

Dalam setiap aksi massa atau kerusuhan, keberadaan tim medis memiliki peran yang sangat penting. Mereka bukan bagian dari massa yang menyuarakan tuntutan, melainkan pihak yang menjalankan fungsi kemanusiaan: memberikan pertolongan pertama, menyelamatkan nyawa, dan mencegah jatuhnya korban jiwa. Oleh karena itu, keberadaan tim medis seharusnya tidak diganggu, apalagi dipersekusi.

Namun, dalam praktik hukum pidana, tim medis yang berada di lokasi kerumunan tetap berpotensi dianggap melanggar Pasal 216 KUHP (menolak perintah pejabat yang sah) atau Pasal 218 KUHP (tidak segera meninggalkan kerumunan setelah diperintahkan). Ketentuan ini sering digunakan aparat dalam konteks pembubaran massa.

Pertanyaannya, apakah secara hukum tim medis dapat dikenakan pasal-pasal tersebut?

Secara normatif, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan kewajiban tenaga medis untuk memberikan pertolongan darurat kepada setiap orang, tanpa memandang latar belakang atau situasi. Bahkan, Pasal 190 UU Kesehatan menegaskan adanya sanksi bagi tenaga kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan darurat. Dengan demikian, kehadiran tim medis di lokasi aksi justru merupakan bentuk pelaksanaan kewajiban hukum, bukan pelanggaran.

Lebih jauh, prinsip perlindungan tenaga medis juga diakui dalam hukum internasional. Konvensi Jenewa 1949 memberikan status khusus bagi tenaga medis di medan konflik bersenjata. Walaupun demonstrasi tidak sama dengan perang, prinsip universal yang terkandung adalah sama: petugas medis harus dihormati dan dilindungi, karena fungsi mereka bersifat kemanusiaan.

Dengan kerangka ini, penegakan Pasal 216 dan 218 KUHP terhadap tim medis dalam aksi massa seharusnya diletakkan dengan tafsir yang lebih hati-hati. Tenaga medis tidak boleh diperlakukan sebagai bagian dari massa yang membangkang, melainkan sebagai pelindung hak yang paling mendasar: hak untuk hidup dan hak atas kesehatan.

 

Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di:

Telp: (021) 2206-4438
Email: info@dntlawyers.com
atau datang langsung ke kantor DNT Lawyers di Harmoni Plaza Blok F-10, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat.

 

Artikel hukum ini ditulis oleh Lathifa Azzahra – Intern DNT Lawyers.

 

 

 

Referensi

  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya Pasal 216 dan Pasal 218.
  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
  • Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
  • Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan.

     

Related Posts
WhatsApp chat