Pengaruh Generative Artificial Intelligence (“Generative AI”) dalam konteks pelindungan hukum hak cipta saat ini sudah semakin masif. Pengaruh tersebut menimbulkan masalah mengenai Pencipta (authorship) dan Pemegang Hak Cipta (ownership) atas ciptaan yang dihasilkan dengan bantuan Generative AI dan apakah ciptaan tersebut dapat mendapatkan pelindungan hak cipta. Sejatinya, permasalahan tersebut sangat berkaitan erat dengan prinsip orisinalitas dalam teori dasar pelindungan hak cipta.
Ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 (“UU HC”) secara eksplisit menentukan yang dapat dianggap pencipta hanya orang alamiah (natural person) sebagai subjek hukum yang menghasilkan ciptaan. Dalam ketentuan tersebut, pencipta yang menghasilkan ciptaan harus berdasarkan inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 jo. Pasal 1 angka 3, Generative AI tidak dapat dianggap sebagai pencipta.
Untuk mendapat pelindungan hak cipta, ciptaan yang diwujudkan harus “asli” atau memiliki nilai “keaslian” sebagai pemenuhan prinsip orisinalitas yang mengacu pada konsep penciptaan yang mandiri (independent creation). Keharusan tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 1 angka 2 UU HC yang memuat unsur “sifat khas dan pribadi,”
Dasar hukum yang menjadi pintu pembuka bahwa ciptaan yang dihasilkan dengan bantuan Generative AI adalah Pasal 34 UU HC. Ketentuan Pasal 34 UU HC No. 28 Tahun 2014 menyatakan bahwa “Dalam hal Ciptaan dirancang oleh seseorang dan diwujudkan serta dikerjakan oleh Orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan Orang yang merancang, yang dianggap Pencipta yaitu Orang yang merancang Ciptaan.” Berikut adalah dua ilustrasi yang dapat digunakan untuk memahami ketentuan tersebut:
- A ingin membuat patung berbahan batu andesit. Namun, A tidak memiliki keahlian dalam memahat. A kemudian memerintahkan Y yang merupakan seorang pemahat patung profesional untuk memahat patung yang diinginkan A. A harus membuat rancangan desain patung yang ingin dibuatnya dan memberikannya kepada Y. Dengan keahliannya, Y memahat patung sedemikian rupa sesuai dengan rancangan A. Selama proses pengerjaan patung, A harus memimpin dan mengawasi Y dengan memberikan koreksi kepada Y agar patung tersebut dibuat sesuai dengan keinginan A.
- B seorang sutradara film ingin mengambil rekaman gambar dari udara, maka B akan meminta bantuan S selaku orang yang memiliki keahlian dalam menggerakkan drone. Agar rekaman gambar yang diambil oleh S sesuai dengan skenario yang dirancang B, B akan melakukan pimpinan dan pengawasan terhadap kinerja S.
Berdasarkan Pasal 34 UU HC, Pencipta atas patung yang dibuat Y adalah A dan rekaman gambar yang diambil oleh S adalah B. Meskipun Y dan S adalah orang yang secara langsung menghasilkan ciptaan, akan tetapi Pasal 34 UU HC menentukan bahwa pencipta atas ciptaan yang dibuat dengan proses tersebut di atas adalah orang yang merancang dan melakukan pimpinan serta pengawasan terhadap orang lain yang diperintahkannya. Merujuk pada ilustrasi tersebut di atas, ciptaan yang dibuat dengan bantuan Generative AI juga merupakan ciptaan yang dilindungi hak cipta. Generative AI dianalogikan sebagai alat bantu bagi seseorang dalam menghasilkan ciptaan, sama halnya dengan alat pahat yang digunakan Y dan drone yang digunakan S. Prompt yang dibuat oleh seseorang, merupakan rancangan ciptaannya. Dalam hal alat pahat bergerak sesuai kehendak Y dan drone bergerak di udara dengan kendali S menggunakan remote control, maka Generative AI menjalankan instruksi sesuai serangkaian kode komputer dan algoritma yang diprogram oleh developer Generative AI. Dengan demikian, Pasal 34 UU HC dapat diberlakukan untuk menentukan apakah ciptaan yang dihasilkan dengan bantuan Generative AI dapat dilindungi hak cipta atau tidak.
Dalam penerapannya, Ari J. Gema mengembangkan teori “Uji 4 Langkah” yang digunakan untuk menguji apakah orang yang menggunakan Generative AI untuk menghasilkan ciptaan dapat dilindungi hak cipta, serta dapat dikualifikasi sebagai Pencipta menurut UU HC. “Uji 4 Langkah” yang dimaksud berbentuk empat pertanyaan sebagai berikut:
- Apakah orang tersebut membuat sendiri rancangan Ciptaannya?
Prompt yang digunakan oleh seseorang dalam membuat ciptaan dengan menggunakan bantuan Generative AI harus dibuat sendiri oleh orang tersebut. Prompt dapat dianggap sebagai rancangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 UU HC sepanjang mencerminkan pikiran, inspirasi, kemampuan, imajinasi, keterampilan, kecekatan, atau keahlian dari orang yang membuatnya.
- Apakah orang tersebut melakukan koreksi atau revisi terhadap Ciptaan yang dihasilkan dengan bantuan Generative AI tersebut?
Pertanyaan ini menekankan adanya peran aktif dari yang menyusun prompt tersebut melalui koreksi atau revisi yang dilakukannya agar ciptaan yang dihasilkan dengan bantuan Generative AI sesuai dengan rancangannya. Dengan tidak adanya peran aktif tersebut, orang yang menggunakan Generative AI tidak dapat dikualifikasi sebagai pencipta.
- Apakah Ciptaan yang dihasilkan dengan bantuan Generative AI tersebut termasuk sebagai Ciptaan yang dilindungi hak cipta?
Pertanyaan ini menjadi penting karena UU HC memberikan pembatasan dalam ketentuan Pasal 40 ayat (1) mengenai ciptaan yang dilindungi hak cipta. Selain itu, Pasal 41 UU HC menentukan karya yang tidak dapat lindungi hak cipta.
- Apakah Ciptaan yang dihasilkan dengan bantuan Generative AI tersebut memiliki sifat khas dan pribadi dari orang yang menggunakan Generative AI tersebut?
Dari seluruh pertanyaan yang ada, pertanyaan ini adalah yang paling penting karena menilai pemenuhan unsur orisinalitas dari ciptaan yang dihasilkan dengan bantuan Generative AI. Ilustrasinya, dalam hal musisi bergenre asli rock and roll tentu tidak akan menciptakan lagu bergenre jazz. Dalam hal musisi dengan genre rock and roll tersebut menggunakan bantuan Generative AI untuk menghasilkan lagu jazz, maka ciptaan lagu jazz tersebut tidak dapat dilindungi hak cipta dan musisi tersebut tidak dapat dikualifikasi sebagai pencipta.
Pasal 34 UU HC merupakan dasar hukum pembuka dalam menjawab ciptaan yang dibuat dengan bantuan Generative AI. Dalam praktiknya, perlu digunakan “Uji 4 Langkah” sebagai tahapan yang dikembangkan oleh Ari J. Gema. Dengan terpenuhinya seluruh unsur dalam Pasal 34 UU HC dan terjawabnya secara positif keempat langkah tersebut, maka ciptaan yang dibuat dengan bantuan AI dapat dilindungi hak cipta dengan syarat orang yang membuat prompt dikualifikasi sebagai pencipta. Namun, tetap perlu ada pengaturan lebih lanjut secara spesifik mengenai “Uji 4 Langkah” tersebut.
Referensi
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Ellen Glover, “AI-Generated Content and Copyright Law: What We Know,” builtin, September 18, 2024, https://builtin.com/artificial-intelligence/ai-copyright.
Matt Blaszczyk, Geoffrey McGovern, and Karlyn D. Stanley, “Articial Intelligence Impacts on Copyright Law,” RAND, November 20, 2024, https://www.rand.org/pubs/perspectives/PEA3243-1.html.
Ari Juliano Gema, “Uji 4 Langkah: Menilai Orisinalitas Karya Generative AI,” Hukumonline, Agustus 07, 2024, https://www.hukumonline.com/berita/a/uji-4-langkah–menilai-orisinalitas-karya-generative-ai-lt66b259120e6bb/?page=all.
Artikel hukum ini ditulis oleh Mochammad Yufa Sofyan – Intern DNT Lawyers.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).