Reformasi berasal dari kata “reform” yang memiliki makna yaitu “membentuk kembali,” sehingga yang dimaksud dengan reformasi hukum singkatnya ialah sebuah upaya perubahan untuk membentuk kembali hukum yang baru yakni dalam makna akan peraturan perundang-undangan maupun lembaga terkait. Reformasi hukum sendiri juga menjadi salah satu program yang dijalankan sebagai langkah awal menuju Indonesia Emas pada Tahun 2025 yang juga merupakan salah satu bagian kampanye yang dicanangkan oleh Presiden dan Wakil Presiden 2024 terpilih.
Program reformasi hukum sebenarnya bukan hal baru yang berjalan di Indonesia karena sejak dulu pun sudah cukup banyak peraturan perundang-undangan serta lembaga-lembaga negara yang lahir ataupun hilang akibat dari penyesuaian kebutuhan akan hukum di Indonesia. Secara tidak langsung pun reformasi hukum menjadi bagian dari jawaban akan pelaksanaan demokrasi yang berjalan, yakni bagaimana pemerintah merespon akan kebutuhan hukum yang disuarakan oleh masyarakat.
Salah satu contoh yang dapat kita lihat ialah bagaimana penerapan UU ITE sejak diundangkan pertama kali sampai dengan perubahan keduanya, yakni UU No. 1 Tahun 2024 yang mulai berlaku sejak 2 Januari 2024 lalu. Sayangnya terhadap revisi akan perubahan kedua UU ITE tersebut, masyarakat masih merasa bahwa proses UU ITE dari sejak diundangkan sampai dengan perubahan keduanya masih cukup tertutup sehingga khawatir apabila perubahan kedua dari UU ITE tersebut pun masih mengandung pasal “karet.”
Sesuai dengan prediksi beberapa kalangan yang menyoroti UU ITE ini, beberapa pasal di dalam perubahan kedua dari UU ITE tersebut pun masih memuat pasal-pasal yang bermasalah seperti Pasal 27A dan 27B mengenai penyerangan akan kehormatan dan nama baik orang serta mengenai ancaman pencemaran dapat berpotensi menjadi bahan kriminalisasi terhadap masyarakat yang kritis. Tidak hanya itu, Pasal 40 kemudian juga masih memberikan ruang bagi pemerintah untuk memutus akses terhadap informasi yang dianggapnya mengganggu ketertiban dan juga melanggar hukum.
Reformasi hukum tentunya diharapkan dapat menjadi jawaban bagi para konstituen dalam mencari perlindungan hukum yang jelas sebagai bagian dari implementasi Pasal 28 D Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang merupakan konstitusi sekaligus aturan dasar keberlakuan segala produk hukum yang ada di Indonesia. Melihat salah satu contoh dari upaya revisi UU ITE untuk menghilangkan pasal “karet” dan upaya kriminalisasi dari berbagai pihak tampaknya hanya sebuah ucapan kosong yang kemudian membuat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang dianut oleh bangsa Indonesia sendiri menjadi hilang. Oleh karenanya, sudah saatnya peraturan perundang-undangan yang ada tidak membuat masyarakat menjadi terbungkam melainkan merasa terjamin kepastian hukumnya.
Referensi
Frans Hendra Winarta dan Jennifer Queenstanti, “Mengawal Reformasi Hukum Menuju Indonesia Emas 2045”, https://www.hukumonline.com/berita/a/mengawal-reformasi-hukum-menuju-indonesia-emas-2045-lt6600e1613aa1b/?page=1, (Diakses pada hari Kamis, 19 September 2024 Pukul 11.45 WIB)
Ady Thea DA, “Koalisi Masyarakat Sipil Kecewa, Proses Revisi UU ITE Mengabaikan Partisipasi Bermakna”, https://www.hukumonline.com/berita/a/koalisi-masyarakat-sipil-kecewa–proses-revisi-uu-ite-mengabaikan-partisipasi-bermakna-lt655ec10e40691/, (Diakses pada hari Kamis, 19 September 2024 Pukul 12.12 WIB
Kemitraan Partnership, “UU ITE Direvisi Lagi, Berkah Atau Musibah?,” https://kemitraan.or.id/en/video/uu-ite-direvisi-lagi-berkah-atau-musibah/, (Diakses pada hari Kamis, 19 September 2024 Pukul 12.14 WIB).
Artikel hukum ini ditulis oleh Joyce Yedija – Intern DNT Lawyers.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).