Saya pria dewasa dan membeli video porno untuk konsumsi pribadi. Tidak saya sebarkan dan hanya disimpan di Hp saya. Lalu apakah salah? Kalau salah, di mana salahnya?
Saya pria dewasa dan membeli video porno untuk konsumsi pribadi. Tidak saya sebarkan dan hanya disimpan di Hp saya. Lalu apakah salah? Kalau salah, di mana salahnya?
Dilansir dari DetikNews, Boris Tampubolon memberikan penjelasan Hukum terkait “Marshel Widianto membeli konten porno Dea OnlyFans”. Berikut penjelasan lengkapnya:
Selaku advokat atau praktisi hukum, hemat saya, dalam konteks hukum pidana, seseorang bisa dipidana kalau sedari awal ada niat jahat (mens rea) di dalam dirinya. Jadi tidak cukup dengan ada perbuatan pidana saja, melainkan harus ada niat jahat juga.
Dalam konteks seseorang membeli video porno, menurut saya itu tidak bisa serta merta dipersalahkan. Sepanjang tidak ada niat jahat yang bersangkutan untuk menyebarluaskan, artinya murni untuk keperluan pribadi.
Memang ada ketentuan Pasal 4 ayat 1 UU Pornografi yang menyatakan:
“Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e. alat kelamin; atau
f. pornografi anak.”
Namun kata memperjualbelikan ini, tidak tepat bila ditafsirkan untuk ditujukan kepada orang yang membeli konten dewasa.
Di dalam hukum dikenal macam-macam metode penafsiran hukum. Jadi bila ingin benar-benar mengetahui makna dari suatu aturan tidak cukup dengan melihat teksnya saja, namun harus baca keseluruhan undang-undang tersebut agar mengerti konteks, sejarah serta maksud dan tujuan itu undang-undang itu dibuat. Dengan begitu maka kita bisa memaknai makna atau arti teks dengan benar sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undangnya.
Bila melihat Penjelasan Umum Undang-Undang Pornografi, maka semangat Undang- Undang Pornografi itu adalah mencegah penyebarluasan pornografi. Jadi bila dikaitkan dengan kata “memperjualbelikan” maka itu bukan diartikan orang yang menjual dan orang yang membeli, melaikan orang yang “membuat dapat diperjualbelikan”, dengan kata lain, ada orang yang menciptakan suatu sistem, atau “pasar” atau platform sehingga konten dewasa itu dapat disebarluaskan dengan cara bisa diakses atau bahkan dijualbelikan.
Jadi menurut saya, “sepanjang tidak ada niat jahat yang bersangkutan untuk menyebarluaskan, artinya murni untuk keperluan pribadi, itu tidak bisa dipersalahkan.”
Pihak-pihak yang membuat dapat diperjualbelikan konten dewasa inilah yang bisa dipersalahkan.
Demikian jawaban kami
Terima kasih
Boris Tampubolon, S.H.
Managing Partner Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers)
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).