Tambang Nikel di Raja Ampat dan Ketentuan Hukumnya

Apakah kegiatan pertambangan nikel di kawasan Raja Ampat sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, mengingat wilayah tersebut dikenal sebagai kawasan konservasi alam dan laut?

Kegiatan pertambangan diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang mengatur bahwa setiap kegiatan usaha pertambangan harus memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan wajib memperhatikan kelestarian lingkungan.

Selanjutnya, diatur juga dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebelum izin tambang diberikan. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menjelaskan bahwa wilayah dengan luas kurang dari 2.000 km² seperti Raja Ampat tidak boleh dialokasikan untuk kegiatan pertambangan yang merusak ekosistem pesisir dan laut. Selain itu, Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat juga menegaskan bahwa Raja Ampat merupakan kawasan konservasi laut seluas 4,6 juta hektar yang harus dilindungi dari eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.

Pemberian izin tambang nikel di Raja Ampat sempat menuai kontroversi karena lokasi izin tambang tersebut berada dalam kawasan lindung dan wilayah adat masyarakat lokal. Banyak pihak menilai bahwa penerbitan IUP di wilayah tersebut berpotensi bertentangan dengan prinsip keberlanjutan dan peraturan konservasi.

Gugatan hukum telah diajukan oleh kelompok masyarakat sipil dan adat terhadap perusahaan tambang serta instansi yang menerbitkan izin. Mahkamah Agung bahkan pernah membatalkan izin tambang di wilayah Raja Ampat pada tahun-tahun sebelumnya karena dianggap melanggar ketentuan lingkungan dan hak masyarakat adat.

Dengan demikian, kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat harus tunduk pada prinsip perlindungan lingkungan dan penghormatan terhadap hak masyarakat adat. Meskipun sektor pertambangan penting bagi perekonomian nasional, namun penambangan di kawasan konservasi seperti Raja Ampat secara hukum berpotensi melanggar berbagai aturan. Oleh karena itu, evaluasi perizinan dan penegakan hukum sangat penting untuk menjamin keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian alam.

 

Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di:

Telp: (021) 2206-4438
Email: info@dntlawyers.com
atau datang langsung ke kantor DNT Lawyers di Harmoni Plaza Blok F-10, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat.

 

Artikel hukum ini ditulis oleh Berliana Fitri Yubi – Intern DNT Lawyers.

 

 

 

Referensi

  • Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
  • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mewajibkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
  • Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Related Posts
WhatsApp chat