Mengirim Anak ke Barak: Apakah Sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak?

Baru-baru ini, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menerapkan kebijakan mengirim siswa SMP dan SMA yang dianggap bermasalah ke markas TNI untuk mengikuti pendidikan karakter. Program ini dilakukan atas persetujuan orang tua dan bertujuan membentuk disiplin, tanggung jawab, serta memperbaiki mental dan perilaku anak, bukan untuk menghukum.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (Perubahan atas UU No.23 Tahun 2002) menegaskan bahwa perlindungan anak bertujuan agar anak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Selain itu, Pasal 76C melarang segala bentuk kekerasan terhadap anak, baik fisik, psikis, maupun penelantaran, dan menetapkan sanksi bagi pelanggarnya.

Berkaca dari kebijakan tersebut, meskipun pengiriman anak ke barak militer dilakukan dengan tujuan pembelajaran dan atas persetujuan orang tua, kebijakan tersebut tetap berpotensi melanggar Pasal 76C UU Perlindungan Anak. Terutama jika dalam implementasi kebijakan tersebut terdapat unsur kekerasan atau intimidasi (baik secara fisik/psikis), tidak mempertimbangkan suara anak, dan mengabaikan kepentingan terbaik bagi anak.  Di samping itu, jika seorang anak dianggap melakukan tindakan yang mengarah ke kriminal dan dianggap mengganggu ketertiban umum, maka anak dapat berhadapan dengan hukum sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 huruf c Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Di dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa setiap anak yang berhadapan dengan hukum berhak untuk diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya, dan diperiksa oleh Hakim Anak di Pengadilan Anak.

Dengan demikian, pengiriman anak ke barak sebagai bentuk penanganan atas perilaku menyimpang berpotensi melanggar hak-hak anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, khususnya jika pendekatannya melibatkan kekerasan fisik, psikis, atau perlakuan yang tidak manusiawi. Perlindungan hukum terhadap anak menuntut setiap penanganan dilakukan secara manusiawi, edukatif, dan sesuai dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Bahkan jika anak melakukan tindakan yang tergolong kriminal, penyelesaiannya harus melalui mekanisme Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), yang menekankan pendekatan restoratif dan memperlakukan anak secara khusus, bukan melalui metode hukuman bergaya militer.

 

Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di:

Telp: (021) 2206-4438
Email: info@dntlawyers.com
atau datang langsung ke kantor DNT Lawyers di Harmoni Plaza Blok F-10, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat.

 

Artikel hukum ini ditulis oleh Jennifer Angela Kezia – Intern DNT Lawyers.

 

 

 

Referensi

Related Posts
WhatsApp chat