Pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing) oleh aparat kepolisian terhadap pelaku kejahatan atau tersangka merupakan salah satu problematika yang tengah ramai menjadi perbincangan masyarakat Indonesia. Diskursus tersebut dipancing oleh peristiwa penembakan Gamma Rizkynata Oktafandi (17 tahun) oleh Aipda Robig Zanudin di Semarang pada 24 November 2024. Pada tahun 2020, praktik extrajudicial killing juga dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap 6 anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di tol Jakarta – Cikampek. Dalam bentuk statistik, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat adanya 35 kasus pembunuhan di luar hukum atau extrajudicial killing yang menyebabkan 37 orang meninggal dunia dalam satu tahun terakhir.
Praktik extrajudicial killing merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan hak-hak tersangka yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Adapun hak yang secara spesifik dilanggar adalah hak untuk diadili melalui proses peradilan dan hak untuk tetap dianggap tidak bersalah (presumption of innocence) sampai dengan adanya putusan pengadilan. Oleh sebab itu, extrajudicial killing tidak dapat dijustfiikasi dan penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian harus diatur secara ketat. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian (Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009) merupakan regulasi yang memuat ketentuan mengenai penggunaan senjata api dalam tindakan kepolisian. Regulasi tersebut dirancang sebagai pedoman bagi anggota kepolisian dalam situasi di lapangan yang seringkali mendesak sehingga perlu adanya penggunaan kekuatan. Namun begitu, penggunaan kekuatan tersebut harus dilakukan sesuai dengan aturan hukum dan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Penggunaan senjata api merupakan tahap keenam dari tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009. Kondisi-kondisi di mana polisi dapat menggunakan senjata api diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 sebagaimana berikut:
“Penggunaan kekuatan dengan kendali senjata api atau alat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d dilakukan ketika:
- tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat;
- anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut;
- anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat.”
Ketentuan tegas mengenai keadaan-keadaan di atas untuk memastikan bahwa penggunaan senjata api dalam tindakan kepolisian dilakukan secara bertanggung jawab. Selain itu, anggota kepolisian juga harus menyadari bahwa penggunaan senjata api merupakan upaya terakhir apabila tidak ada alternatif lain. Penggunaan senjata juga dilaksanakan bukan untuk tujuan membunuh, melainkan melumpuhkan atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan dan tersangka. Oleh karena itu, polisi tidak boleh menggunakan senjata api secara sewenang-wenang tanpa adanya nesesitas dan alasan logis sebagaimana yang dilakukan oleh Aipda Robig Zanudin terhadap Gamma.
Berdasarkan Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009, penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian dalam melaksanakan tindakan kepolisian merupakan sesuatu yang diperbolehkan secara hukum. Namun begitu, terdapat pedoman dan syarat-syarat ketat dalam penggunaan senjata api tersebut mengingat implikasi yang ditimbulkan dari penggunaan kekuatan tersebut. Oleh sebab itu, setiap anggota kepolisian harus memahami dengan baik ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 sehingga extrajudicial killing dapat dihindari.
Referensi
Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia. UU Nomor 39 Tahun 1999. LN Tahun 1999 No. 165 TLN No. 3886.
Undang-Undang Tentang Hukum Acara Pidana. UU Nomor 8 Tahun 1981. LN Tahun 1981 No. 76 TLN No. 3209.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009.
Imaduddin, Achmad Hanif. “Lika-liku Kronologi Peristiwa KM 50: Kejar-kejaran hingga Vonis Bebas Terdakwa.” Tempo.co, 15 September 2022. Tersedia pada https://www.tempo.co/hukum/lika-liku-kronologi-peristiwa-km-50-kejar-kejaran-hingga-vonis-bebas-terdakwa-289657. Diakses pada tanggal 2 Desember 2024.
Tempo. “Dugaan Rekayasa Penyidikan Kasus Penembakan Gamma Rizkynata Oktafansy, ICJR Desak Reformasi Penyidikan.” Tempo.co, 5 Desember 2024. Tersedia pada https://www.tempo.co/hukum/dugaan-rekayasa-penyidikan-kasus-penembakan-gamma-rizkynata-oktafansy-icjr-desak-reformasi-penyidikan-1177216. Diakses pada tanggal 5 Desember 2024.
Artikel hukum ini ditulis oleh Farras Zidane Diego Ali Farhan – Intern DNT Lawyers.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).