Restrukturisasi perusahaan yang menimbulkan praktik monopoli dapat dikenakan sanksi administratif berupa penetapan pembatalan, hingga sanksi pidana berupa pembayaran denda.
Dalam pranata hukum Indonesia, dikenal tiga jenis restrukturisasi perusahaan:
A. Penggabungan badan usaha (merger);
B. Peleburan badan usaha (konsolidasi); dan
C. Pengambilalihan saham perusahaan lain (akuisisi).
Mengacu pada Pasal 28 Ayat (1) dan (2) tentang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli), ketiga jenis restrukturisasi perusahaan tersebut tidak boleh menimbulkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Apabila ketentuan tersebut dilanggar, maka akan dijatuhi sanksi berupa:
A. Tindakan Administratif – Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli
Penetapan pembatalan terhadap restrukturisasi perusahaan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
B. Pidana Pokok – Pasal 48 Ayat (1) UU Anti Monopoli
Denda paling rendah Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan paling tinggi Rp100.000.000.000 (serratus miliar rupiah).
Pada awalnya dalam UU Anti Monopoli diatur pula sanksi pidana tambahan, namun ketentuan tersebut kemudian dihapuskan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Kemudian, terkait sanksi administratif di atas juga diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (PP 44/2021).
Pada Pasal 12 Ayat (1) PP 44/2021 dinyatakan bahwa sanksi administratif berupa denda dasar paling sedikit berjumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan denda paling banyak 50% dari keuntungan bersih perusahaan atau 10% total penjualan selama terjadinya pelanggaran.
Penjatuhan sanksi-sanksi tersebut tentu memerlukan indikator dan penilaian secara hukum sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (PP 57/2010).
Pasal 2 Ayat (2) PP 57/2010 menjabarkan restrukturisasi menimbulkan praktek monopoli jika badan usaha melakukan:
A. Perjanjian yang dilarang;
B. Kegiatan yang dilarang; dan/atau
C. Penyalahgunaan posisi dominan
Guna menentukan apakah indikator di atas telah terpenuhi atau tidak, berdasarkan Pasal 3 Ayat (2) PP57/2010, KPPU akan melakukan penilaian melalui analisis:
A. Konsentrasi pasar;
B. Hambatan masuk pasar;
C. Potensi perilaku anti persaingan;
D. Efisiensi; dan/atau
E. Kepailitan.
Menilik uraian di atas dapat disimpulkan bahwa restrukturisasi perusahaan yang menimbulkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat dapat dikenakan sanksi berupa penetapan pembatalan dan/atau pidana berupa denda.
Lebih lanjut, pemberian sanksi tersebut dilakukan oleh KPPU serta harus berlandaskan pada penilaian melalui analisis terhadap faktor-faktor munculnya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Artikel hukum ini ditulis oleh Kemas M. Galfadillah – Intern DNT Lawyers.
Bila Anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum, segera hubungi kami di (021) 2206-4438 atau email: info@dntlawyers.com atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).